Makin parah ketika sebagian besar generasi muda mulai terbius
oleh sajian-sajian media yang tidak cerdas itu. Praktis mereka tidak akan bisa
menanggapi sesuatu dengan kritis, seperti misalnya mengenai kebangkitan
nasional ini. Beberapa tindakan nyata haruslah mulai dilakukan dari sekarang dalam
menyikapi situasi seperti ini. Kebangkitan Nasional tidak hanya untuk
diperingati, tetapi diteruskan karena perjuangan belum berakhir. Bagai titik
dalam koma.
Masih ingatkah kalian dengan kalimat terkenal dari Ir. Soekarno?
Kalimat itu berbunyi begini. “Berikan aku 1000 orang
tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya
akan kuguncangkan dunia”. Dari kalimat tersebut terlitas di benak saya
sebuah pertanyaan, sehebat itukah para pemuda? Sekuat itukah mereka?
Selanjutnya saya yakin
jawabannya “ya”. Tetapi ironisnya hari ini kondisi generasi muda nampaknya
sudah sangat jauh dari harapan. Semakin maju zaman, semakin maju teknologi justru
semakin membuat sebagian generasi muda negeri ini menjadi apatis, hedonis, dan
kurang peka terhadap sesama. Ini efek nyata dari sajian media yang tidak cerdas
tadi.
Indonesia kaya akan
kebudayaan. Keberlangsungan hidup kebudayaan ini ada di tangan para generasi
muda. Jika tidak, otomatis kebudayaan akan tergerus teknologi. Itu berarti,
kearifan lokal yang kita miliki akan segera punah dalam hitungan detik.
Praktis, efek terbesarnya adalah memburuknya ketahanan nasional. Saya tidak
mengkambing hitamkan teknologi karena saya yakin kebudayaan lokal dan kemajuan
teknologi bisa berjalan beriringan dan saling mendukung demi kebangkitan
nasional. Contoh nyatanya, lihatlah Jepang.
Kecenderungan generasi
muda saat ini lebih suka berpergian ke tempat perbelanjaan dan tempat hiburan daripada
ke tempat-tempat atau acara-acara edukatif seperti seminar, workshop, dan
sejenisnya. Saya pikir ini adalah akibat dari prinsip “mengatakan dengan
mengatakan”, harusnya kita menganut prinsip “mengatakan tanpa mengatakan”. Prinsip
“mengatakan dengan mengatakan” yang sudah membudaya membuat generasi muda menjadi
tidak kritis dan hanya menerima. Kebiasaan ini lahir karena semua informasi
disampaikan secara gamblang, masyarakat menjadi tidak bisa berpikir imajinatif.
Terbukti, mayoritas masyarakat kita lebih menyukai sinetron. Prinsip
“mengatakan tanpa mengatakan” yang terbaik karena kita dibiasakan kritis dan
kreatif dalam menyoroti persoalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar