Sabtu, 11 Mei 2013

Bukan Pesta Politik, tapi Pesta Kreatif (3 of 4)

Prinsip yang salah juga terjadi di sekolah. Saya sependapat dengan Artika pada salah satu essainya di buku Kembali ke Bali (2008) yang menyatakan seharusnya pendidikan menjadi inkubator yang bagus untuk generasi muda (siswa). Namun kenyataannya malah menjadikan otak siswa-siswa yang cemerlang menjadi busuk. Sekolah membuat siswa takut menjadi superman. Otak siswa didoktrin untuk selalu benar. Benar mengerjakan soal ulangan. Hingga akhirnya mereka takut, takut naik kelas, takut tidak lulus UN. Inilah permasalahan yang paling mendasar. Generasi muda negeri ini pun menjadi takut kreatif.
Para siswa melakukan semua hal di kelas bukan karena mereka ingin melakukan, tetapi karena mereka harus melakukannya. Mereka telah membohongi diri sendiri. Satu-satunya kejujuran yang saya temukan di dalam kelas ada pada pelajaran kesenian. Namun, pelajaran kesenian sejauh mengamatan saya masih dianaktirikan.
Hasil pengamatan sederhana saya adalah siswa-siswa yang berprestasi pada bidang matematika dan kawan-kawannya lebih banyak mendapat dukungan oleh pihak sekolah daripada siswa yang berprestasi dalam bidang kesenian. Silahkan dicek di sekolah-sekolah, khususnya di Bali.
Pendidikan kesenian bagi saya banyak memiliki manfaat, antara lain memberikan ruang seluas-luasnya untuk mengemukakan pendapat, berani mengekspresikan imajinasi, melatih berfikir kreatif, dan membina rasa sensitif. Pelajaran kesenian seperti belajar “memanusiakan” manusia. Terpenting, dalam pembelajaran ini keterbatasan bukan sebuah halangan untuk sukses dalam pembelajaran ini. Ini yang tidak diberikan oleh pelajaran atau bidang-bidang yang lain.
Kesenian yang melimpah di Bali seharusnya membuat dunia pendidikan segera menjadikannya “anak kandung”. Bali termasyur karena seni dan budaya. Indonesia dikenal, salah satu penyebabnya karena kearifan lokal Bali. Sangat jelas terlihat simbiosis mutualisme antara kearifan lokal dengan kebangkitan nasional.
Namun, yang menjadi penghambat Indonesia untuk bangkit adalah mental. Kebanyakan orang bermimpi untuk menjadi orang lain dan itu menyedihkan, ini efek politik pendidikan. Setiap individu memiliki potensi yang sama untuk bangkit. Begitupun, setiap negara memiliki potensi sama untuk bangkit. Tergantung cara kita sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar