Prinsip yang salah juga
terjadi di sekolah. Saya sependapat dengan Artika pada salah satu essainya di
buku Kembali ke Bali (2008) yang menyatakan
seharusnya pendidikan menjadi inkubator yang bagus untuk generasi muda (siswa).
Namun kenyataannya malah menjadikan otak siswa-siswa yang cemerlang menjadi
busuk. Sekolah membuat siswa takut menjadi superman. Otak siswa didoktrin untuk
selalu benar. Benar mengerjakan soal ulangan. Hingga akhirnya mereka takut,
takut naik kelas, takut tidak lulus UN. Inilah permasalahan yang paling
mendasar. Generasi muda negeri ini pun menjadi takut kreatif.
Para siswa melakukan
semua hal di kelas bukan karena mereka ingin melakukan, tetapi karena mereka
harus melakukannya. Mereka telah membohongi diri sendiri. Satu-satunya
kejujuran yang saya temukan di dalam kelas ada pada pelajaran kesenian. Namun,
pelajaran kesenian sejauh mengamatan saya masih dianaktirikan.
Hasil pengamatan
sederhana saya adalah siswa-siswa yang berprestasi pada bidang matematika dan
kawan-kawannya lebih banyak mendapat dukungan oleh pihak sekolah daripada siswa
yang berprestasi dalam bidang kesenian. Silahkan dicek di sekolah-sekolah,
khususnya di Bali.
Pendidikan kesenian
bagi saya banyak memiliki manfaat, antara lain memberikan ruang seluas-luasnya
untuk mengemukakan pendapat, berani mengekspresikan imajinasi, melatih berfikir
kreatif, dan membina rasa sensitif. Pelajaran kesenian seperti belajar “memanusiakan”
manusia. Terpenting, dalam pembelajaran ini keterbatasan bukan sebuah halangan
untuk sukses dalam pembelajaran ini. Ini yang tidak diberikan oleh pelajaran
atau bidang-bidang yang lain.
Kesenian yang melimpah
di Bali seharusnya membuat dunia pendidikan segera menjadikannya “anak
kandung”. Bali termasyur karena seni dan budaya. Indonesia dikenal, salah satu
penyebabnya karena kearifan lokal Bali. Sangat jelas terlihat simbiosis
mutualisme antara kearifan lokal dengan kebangkitan nasional.
Namun, yang menjadi
penghambat Indonesia untuk bangkit adalah mental. Kebanyakan orang bermimpi
untuk menjadi orang lain dan itu menyedihkan, ini efek politik pendidikan.
Setiap individu memiliki potensi yang sama untuk bangkit. Begitupun, setiap
negara memiliki potensi sama untuk bangkit. Tergantung cara kita sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar