Sampai kapanpun perempuan akan selalu menjadi kontroversi
karena tubuhnya. Karena bentuk tubuh perempuan tidak sama dengan bentuk tubuh
lelaki, maka sampai kapan pun perlakuan terhadapnya tidak akan pernah sama. Kenapa
setelah ribuan tahun perempuan masih meneriakkan persamaan hak? Karena tubuh
perempuan tidak sama?
Perempuan kaya lekukan. Ia berlekuk di simpul senyum, di
dada, di pinggul, di tempat-tempat yang tidak dimiliki lelaki. Seakan tubuh perempuan
selalu menjadi semacam “pelanggaran”, sehingga banyak orang merasa harus
mengaturnya. Paling absurd adalah kenyataan bahwa perempuan dianggap tidak
kompeten untuk mengatur tubuhnya sendiri. Perempuan menjadi kurang punya hak
atas tubuhnya sendiri. Maka bagi saya, yang patut diperjuangkan sebenarnya
bukan semata hak-hak yang sama dengan laki-laki, melainkan hak otonomi atas
tubuhnya.
Siapa yang tidak tergoda untuk mengomentari perempuan berrok
mini atau berkaos superketat? Siapa lelaki yang tidak suka melihat sesuatu ‘di
luar kebiasaan,’ eksotis, sensual, maka kita cepat menanggapi. Apakah respon
darii laki-laki ini termasuk tidak berbudaya? Saya pikir semuanya bisa
baik-baik saja, semuanya (kedua pihak) gembira, maka di mana salahnya?
Tapi tidak semua lelaki seberbudaya itu. Lalu, saya golongan
yang mana? Silahkan Anda yang mengenal saya menilai. Bagaimana pula orang-orang
di sekitar Anda? Mari menilai bersama-sama. Yang terpenting adalah andara
lelaki dan perempuan berada dalam batas-batas kenyamanan jika dihadapkan oleh
situasi seperti itu. Maka tidak akan timbul masalah.
Mungkin selalu saja ada lelaki di lampu merah perempatan
yang memelototi paha perempuan yang bercelana pendek. Apakah lelaki seperti ini
tidak punya referensi yang memadai mengenai tubuh perempuan? Mungkin? Apakah
lelaki salah? Mungkin? Apakah perempuan salah? Bisa saja, tergantung dari sisi
mana Anda mencari pembenaran.
Separah itukah si celana pendek, rok mini, dan kawannya si
pakaian superketat? Nah, kalau sekarang Menteri Agama dan satgas antipornografi
sampai harus mengatur rok perempuan-perempuan Indonesia, bagaimana? Seharusnya kasus
sir ok mini dan teman-temannya tidak ditanggapi segawat ini.
Sesungguhnya pemakai rok mini dan sebangsanya tidak diberi
label pornografi. Ini sama saja manggap pemakai rok mini dan film biru
sama-sama pornonya. Porno sebenarnya berarti potensi merusak moral. Jika aturannya
ditetapkan demikian, maka seharusnya yang kena sangsi tidak hanya perempuan
pemakai rok mini, tetapi juga mata-mata lelaki yang sudah memelototi dan
menghadirkan gambar kotor di otaknya. Porno itu letaknya di otak!
Lain dari itu, adanya satgas antipornografi yang
mengatur rok perempuan, berarti mengakui rendahnya tingkat kecerdasan terhadap
tubuh perempuan. Menyedihkan. Lalu saya juga berpikir, bagaimana aturan itu
dijalankan? Apakah dengan segera menangkap perempuan-perempuan yang didapati
sedang menggunakan rok mini? Saya pikir itu tindakan yang bodoh.
Kehidupan mengalir penuh dinamika, mempengaruhi dan
dipengaruhi, dan akan terus begitu. Mau pakai busana apa: rok mini atau celana
panjang, potongan dada rendah, yang penting dengan rasa aman dan nyaman, tidak
akan jadi masalah. Moral itu tanggung jawab kita bersama, bukan satu pihak.