Sabtu, 25 Desember 2010

Iptek dan Kehidupan Manusia


Hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang melalui tahapan-tahapan hingga berada pada fase seperti sekarang ini. Tahap pertama ialah apa yang dikenal dengan revolusi industri. Tahap kedua adalah pemaksimalan pengembangan teknologi yang telah ada. Ketiga, tahap teknologi modern (Arnyana, 2005:91).
Seperti yang kita ketahui, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah sekalipun. Dimana upaya tersebut merupakan cara atau jalan di dalam mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat martabat manusia. Untuk mendayagunakan iptek diperlukan nilai-nilai luhur agar dapat dipertanggungjawabkan.
Disamping itu, perkembangan iptek bisa bermanfaat untuk kemajuan hidup manusia dan juga dapat memberikan dampak negatif. Maka, dalam perkembangan iptek, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan iptek untuk menekan dampak negatif  iptek seminimal mungkin.
Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah SDA yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Di mana dalam pengembangan iptek harus didasarkan terhadap moral dan kemanusiaan yang adil dan beradab, agar semua masyarakat mengecam  iptek secara merata. Begitu juga diharapkan SDM nya bisa lebih baik lagi, apalagi banyak kemudahan yang kita dapatkan.
Namun, berbanding terbalik dengan realita yang ada karena semakin canggih perkembangan teknologi, telah membuat masyarakat menjadi malas yang disebabkan oleh kemudahan-kemudahan yang ada tersebut.ambil saja salah satu contoh perkembangan iptek dibidang telekomunikasi dimana zaman dahulu handphone itu sangat langka karena harganya yang mahal berbeda dengan sekarang harga handphone sudah sangat murah dan menjangkau lapisan menengah ke bawah.
Disatu sisi telah terjadi perkembangan yang sangat baik sekali di aspek telekomunikasi, namun pelaksanaan pembangunan iptek masih belum merata (Perpustakaan Online Bloger Indonesia, 2011). Masih banyak masyarakat kurang mampu yang putus harapannya untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi tersebut.hal itu dikarenakan tingginya biaya pendidikan yang harus mereka tanggung, maka dari itu pemerintah perlu menyikapi dan menanggapi masalah-masalah tersebut, agar peranan iptek dapat bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.
Kalaupun teknologi mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti teknologi sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan . Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan (Asis Gande, 2009). Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena iptek tidak pernah bisa menjadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah manusia. 

Dari ilustrasi di atas bisa kita simpulkan bahwa iptek sangat penting bagi manusia.  Hal ini disebabkan  karena, keterkaitan iptek dalam kehidupan manusia sangat erat dan saling timbal balik.

Jumat, 26 November 2010

DUA PEKERJAAN RUMAH PSSI


Saya tersenyum ketika mengetahui ada buku berjudul Dosa-dosa Nurdin Halid yang dikarang penulis bernama Erwiyantoro. Separah itukah ketua umum organisasi sepak bola tertinggi negeri ini? Jika begitu, mengapa masih saja terjadi kisruh di tubuh PSSI? Mengapa masih diteruskan carut marut sepak bola tanah air? Jika sudah salah mengapa tidak diperbaiki?
Fair play adalah embrio sepak bola. Hendaknya semua orang yang terlibat dalam olahraga terpopuler di dunia ini memiliki sikap fair play ini. Bisa dimaafkan jika sebuah kesalahan dilakukan tidak sengaja. Tapi jika selalu membuat kesalahan? Wajib dikartu merah ataupun diskorsing!
Negara kita (katanya) menjunjung tinggi demokrasi. Rakyat adalah kuncinya. Tapi mengapa organisasi sepak bola tertinggi negeri ini seakan tutup mata dengan dua hal di atas? Fair play dan demokrasi.
Inikah demokrasi versi PSSI? Mungkin. Karena ini memang khusus demokrasi para punggawa PSSI saja. Bukan musyawarah yang melibatkan rakyat. Buktinya PSSI tidak pernah mendengar aspirasi rakyat. Itu masalah pertama. Sudah banyak kritik-kritik pedas yang tergores di media-media cetak baik media olahraga maupun media non olahraga. FIFA sebagai organisasi tertinggi sepak bola di kolong jagad tak digubris. Kasus PSSI sudah parah. Orang-orang di dalamnya masih menutup mata.
Masalah lain, sosialisasi PSSI sangat kurang terkait pembagian hak suara. Jangan salahkan kericuhan Kongres PSSI yang digelar di Hotel The Premier, Pekanbaru kemarin. Saya rasa PSSI perlu memperhatikan dua aspek di atas dalam bekerja. Jika tidak, saya yakin teman-teman pencinta sepak bola tetap mengajukan protes. Jangan salahkan kami nantinya, karena kami hanya ingin perbaikan di tubuh PSSI dan kebangkitan Macan Asia.

Kamis, 11 November 2010

Analisis Wacana Kritis


Apa itu berita? Apakah berita hanya mengandung fakta? Siapa saja yang diuntungkan dalam pemberitaan sebuah berita? Apakah mungkin ada kepentingan “lain” di balik sebuah berita? Beberapa pertanyaan inilah yang mendasari penulisan analisis kecil ini.
Media Massa (Mass Media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri merupakan kependekan dari komunikasi melalui media massa (communicate with media).
Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi (Kristina, 2007). Akibatnya, media informasi pun dalam hal ini media massa mengalami perkembangan. Pada zaman ini yang termasuk media massa utama adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai The Big Five of Mass Media (Lima Besar Media Massa), juga internet (cybermedia, media online).
Jenis media yang disebut terakhir termasuk pada media massa modern. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan sosial budaya yang sangat pesat, hingga media SMS (Short Message Service) dan telephone seluler pun menjadi media massa zaman ini (Romli, 2009). Hal ini sah-sah saja karena salah satu dari ciri media massa adalah menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
Walau pun sudah jamak media massa modern, media massa tradisoanal tetap hidup. Media massa tradisional seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar) bahkan semakin berkembang. Ini tidak lepas dari pengaruh media bagi masyarakat. Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu siapa (who), pesannya apa (says what), saluran yang digunakan (in what channel), kepada siapa (to whom), dan apa dampaknya (with what effect). Ini terbukti, surat kabar (Koran) tetap menjadi pilihan utama, walau pun sudah banyak media massa dengan format online yang bisa diunduh gratis. Tapi bagi saya, mungkin banyak orang di luar sana memiliki pendapat dengan saya, bahwa membaca produk cetak lebih merupakan sebuah penikmatan pada karya seni.
Maka dari itu, penulis pun berhipotesis bahwa, media cetak seperti koran tak akan pernah mati. Bahkan “mereka” akan terus berkembang. Ini akan terjadi jika penulis penikmat media menikmatinya seperti menikmati seni. Seni tak akan terganti, bagaimana pun wujudnya. Karena seni tidak ada baik dan buruk. Seni punya pesan dan energy, atau apa pun itu. Tafsiran dan pemaknaan atas Koran biarlah di wilayah otoritas pembacanya.
Perkembangan media di Bali cukup menarik untuk ditelusuri. Menurut Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) tentang peta media di Bali, perkembangan media di Bali diawali pada zaman kolonial Belanda yang memiliki topik hangat tentang kasta, hingga lahirnya Shanti Adnyana dalam bentuk kalawarta (newsletter) pada 1923. Produk ini tidak bertahan lama, karena perpecahan intern hingga akhirnya berhenti terbit. Shanti Adnyana kemudian berubah nama jadi Bali Adnyana yang berarti Pikiran Bali sejak 1 Januari 1924. Majalah ini terbit tiga kali sebulan yaitu tiap tanggal 1, 10, dan 20. Pengasuhnya I Gusti Tjakratanaya dan I Gusti Ketut Putra. Ketut Nasa dan kawan-kawannya sesama jaba kemudian mendirikan Surya Kanta sebagai tandingan Bali Adnyana pada 1 Oktober 1925.
Perkembangan media di Bali melewati banyak peristiwa penting negeri ini. Setelah masa kolonial Belanda, media Bali (khusnya cetak) masih terus berkembang, walau belum menemukan konsistensi karena situasi negeri yang masih labil. Hingga Maret 2007, koran harian yang masih terbit di Bali adalah Bali Post, Denpost, BisnisBali, NusaBali, Radar Bali, Warta Bali, Fajar Bali, dan Patroli Post. Selain itu ada majalah bulanan Sarad dan Raditya yang lebih banyak menulis masalah agama Hindu dan adat Bali (LSPP, 2007).
Dari sebuah perlawanan, kini media bisa menjadi ajang promosi diri oleh siapa pun. Lebih-lebih Bali Post, sebuah rintisan Ketut Nadha, kerap menjadi ajang pencitraan diri, organisasi maupun instansi. Hingga hadirlah secara khusus rubrik Seremonial pada halaman 7 dan 8. Lebih dalam lagi jika melihat dari konstruksi kalimat yang digunakan dalam artikel-artikel pencitraan diri, maupun artikel lain pada umumnya, di Bali Post akan kita temukan banyak “kepentingan” di sana. Seakan-akan, fungsi media pada zaman ini telah sedikit bergeser. Pun kepentingan yang dianut si media. Bahkan sebuah media massa zaman ini sering “menghakimi” aktor berita.
Penganjur paradigma kritisisme menilai bahwa baik paradigma positivism maupun paradigma interpretivisme tidak peka terhadap proses produksi dan reproduksi makna. Kedua paradigma tersebut mengabaikan kehadiran unsur kekuasaan dan kepentingan dalam setiap praktik berwacana. Karena itu, alih-alih mengkaji ketepatan tatabahasa menurut tradisi positivisme atau proses penafsiran sebagaimana tradisi interpretivisme, paradigma kritisisme justru memberi bobot lebih besar terhadap pengaruh kehadiran kepentingan dan jejaring kekuasaan dalam proses produksi dan reproduksi makna suatu wacana. Baik sebagai subjek maupun objek praktik wacana, individu tidak terbebas dari kepentingan ideologik dan jejaring kekuasaan.
Meskipun ada banyak ranting aliran (variance) dalam paradigma ini, semuanya memandang bahwa bahasa bukan merupakan medium yang netral dari ideologi, kepentingan dan jejaring kekuasaan. Karena itu, analisis wacana kritis perlu dikembangkan dan digunakan sebagai piranti untuk membongkar kepentingan, ideologi, dan praktik kuasa dalam kegiatan berbahasa dan berwacana. Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van Dijk (Eriyanto, 2001). Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan analis wacana kritis.

Minggu, 17 Oktober 2010

Hubungan Ilmu dan Filsafat


Filsafat dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan (mater scientiarium) karena ilmu yang paling pertama kali muncul. Objek kajian filsafat ialah seluruh kenyataan. Padahal sebagai sebuah ilmu, filsafat harusnya mempunyai objek material khusus. Inilah yang menyebabkan ilmu terpisah dengan filsafat. Walau terpisah, hubungan filsafat dengan ilmu tidak terputus.
Adanya ciri khusus yang menjadi pemisah antar ilmu menimbulkan batas-batas tegas tiap ilmu. Di sinilah filsafat berusaha menyatupadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh  Karena itu, filsafat merupakan salah satu bagian proses pendidikan secara ilmiah dari mahluk yang berpikir.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Hal ini disebabkan banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan ilmiah dalam menelaahnya. Sedangkan ilmu menyediakan bahan-bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat (filsafat ilmu) secara kritis menganalisis konsep-konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu dan memperoleh arti dan validitasnya. Apabila tidak diikuti proses di atas, maka hasil-hasil yang dicapai ilmu tersebut tidak memperoleh alasan kuat. Sehingga pada akhirnya, filsafat juga memegang peranan penting dalam membedakan bats-batas ilmu khusus yang semakin sempit.
Tiga Landasan Penelaahan Ilmu
1.      Ontologi ilmu (apa hakikat ilmu) menggarap apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah yang tidak terlepas dari persepsi filsafati tentang apa dan bagaimana ada itu.
2.      Epistemology ilmu, melliputi sumber, saran dan tata cara menggunakan saranan tersebut untuk mencapai pengetahuan ilmiah.
3.      Aksiologi ilmu, meliputi nilai-nilai (value) yang bersifat normative dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, simbolik, ataupun fisik material.
Dalam perkembangan filsafat ilmu yang mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu menyangkut etik dan heuristik. Ada tiga macam pendapat mengenai strategi pengembangan ilmu. Pertama, ilmu berkembangan dalam otonomi dan tertutup. Kedua, ilmu lebur dalam konteks. Ketiga, ilmu dan kontek saling meresapi dan saling memberi pengaruh.

Rabu, 08 September 2010

Sekapur Sirih tentang Novel Incest

INCEST Tradisi Usang Kembar Buncing
Oleh I Wayan Artika

cover novel Incest
Incest adalah kisah fiksi I Wayan Artika, seorang penulis kelahiran Tabanan, Bali, yang akhirnya harus diadili oleh adat karna tulisannya yang dianggap menceritakan aib desanya kepada publik Yang kemudian, penulis harus membayarnya dengan dikeluarkan dari desa tersebut selama beberapa tahun.
Berawal dari ketertarikan saya pada seorang penulis asal pulau kecil tang kebetulan juga sama dengan tanah kelahiran saya. Selanjutnya saya makin tertarik dengan latar belakang cerita, yang mengisahkan sebuah adat Hindu (saya memang selalu tertarik dengan Bali :), yang masih mengadopsinya dengan adat istiadat masyarakat Hindu pada masa pemerintahan raja-raja Bali. Pulau Bali, pulau yang hingga kini menyimpan begitu banyak keunikan adat istiadat, menyimpan begitu banyak cerita. Pulau yang hingga kini membuat saya selalu ingin tahu apapun itu., seakan akan pulau ini walau kecil tak akan habis digali dan dieksplorasi. Dalam novel inilah saya, menemukan sebuah tulisan fiksi yang begitu menggugah, dan mencoba menuturkan dengan halus tentang pemahaman masyarakat Bali tentang adat yang belum sepenuhnya dimengerti. Dan menuturkan dengan indah, sebuah pengorbanan seorang ibu dan ayah yang harus mengikuti adat yang sama sekali tak pernah dimengerti.
Incest berkisah tentang sepasang kembar buncing–kembar laki laki dan perempuan–Geo Antara dan Gek bulan, terlahir di Jelungkap. Sebuah desa kecil di Bali bagian utara. Bagi masyarakat Jelungkap, kelahiran mereka, sepasang bayi kembar buncing, merupakan sebuah pertanda buruk dan juga merupakan sebuah aib bagi Jelungkap. Namun ketika ditanya kembali alasannya, Jelungkap tak mampu menjelaskan alasannya.
Geo Antara dan Gek Bulan, mereka tak pernah ingin terlahir sebagai kembar buncing, yang kemudian menjalankan sebuah sanksi adat karna kelahiran itu. Dan begitu saja adat seperti tak pernah mengenal belas kasihan, mereka harus menjalankan adat tersebut tanpa harus tau dan memahami terlebih dahulu apa maksud adat tersebut. Dalam novelnya, penulis menuturkan bagaimana prosesi adat yang harus dijalani oleh keluarga yang memiliki anak kembar buncing… saya sempat bertanya pada beberapa tetua di sekitar saya, prosesi adat itu, dulu memang ada, namun seiring dengan modernisasi, dan penghapusan dari UUD sejak tahun 1951 perlahan adat tersebut dipermudah, dan hanya dijadikan sebuah simbol saja. Bukan bermaksud untuk memangkas nilai sakral dari adat tersebut, namun lebih kepada bagaimana adat tersebut diperuntukkan dan dimengerti oleh masyarakat Hindu. 
Dalam novel ini, Incest menuturkan dengan sangat jeli, bagaimana masyarakat Jelungkap, dengan konsep pemikiran yang sederhananya, menerima dan melakoni sebuah prosesi upacara pembuangan keluarga bayi kembar buncing selama empat puluh dua hari ke sebuah tempat yang mereka namai Lanking Langkau, sebuah tempat yang letaknya berdekatan dengan setra desa Jelungkap. Kemudian ketika sepasang bayi kembar tersebut belum saling mengenal, mereka harus dipisahkan satu dengan lainnya, yang kemudian di suatu masa yang tak terhitung dari sekarang. Mereka dipertemukan kembali, tanpa mengetahui masalalu mereka yang terlahir dari satu rahim. Kemudian diikat dalam tali pernikahan. Dan prosessi inilah yang mereka yakini dari masa silam mereka, oleh sesuwunan mereka, menjadi keharusan untuk dijalankan. Lalu yang terjadi malah kebalikannya, Jelungkap membayar tuduhan tersebut dengan malu, barangkali inilah aib yang sesungguhnya, karna sebelum kembar buncing itu dinikahkan, mereka mengetahui apa yang telah jelungkap lakukan pada masa silamnya, pada pembuangnya, pada rencana Jelungkap untuk menikahkan bayi kembar buncing tersebut di masa mendatang. Jelungkap tak bisa berkata apa-apa, Kini sepasang Bayi buncing yang dimasa silam dituduhkan adalah aib untuk Jelungkap, membuat Jelungkap membisu karna bayi kembar buncing tersebut saling jatuh cinta.
Sebuah kesimpulan yang saya dapat adalah, bahwa ketika kita tidak sama sekali melakukan pembenahan terhadap pola pikir kita yang masih sangat jauh kebelakang. maka akan terjadi hal-hal seperti di atas Tidak bermaksud memfonisnya, namun kita harus mulai membuka mata untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi, bukan hanya akan menurut dengan adat yang kita lakoni, yang memang telah ada sebelum tanah ini lahir, apalagi sudah dikuatkan dengan upacara pasupati, namun menelaah dengan seksama, maknanya. Jangan sampai kita masyarakat Hindu menelan bulat-bulat adatnya tanpa memahami apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari tetua kita terdahulu, tentang adat itu sendiri.

Selasa, 17 Agustus 2010

PERGAULAN BEBAS DAN KEBEBASAN BERGAUL



S
aya prihatin……..mungkin hanya kata itu saja yang terpikir. Mungkin bukan Cuma saya, termasuk teman-teman juga bapak ibu guru dan pembaca yang lain. Melihat pergaulan bebas dan kebebasan bergaul yang diberikan kepada anak muda sekarang ini. Bukan Cuma teman-teman SMA dan kakak-kakak yang ada di bangku kuliah, tetapi juga adik-adik SMP. Dan kejadian seperti itu bukan Cuma ada di kota-kota besar, tetapi juga sudah “mewabah” ke pedesaan.

Sudah menjadi pemandangan umum, dan terkadan orang-orang enggan mengomentari apa yang mereka lihat. Tidak perlu jauh mengangambil contoh, kita lihat saja gaya pacaran  teman-teman kita atau adik-adik SMP sekarang. Kebiasaan seprti itu tidak jarang sampai memakan korban seperti yang telah banyak terjadi akhir-akhir ini. Apa penyebabnya ? Apa yang mempengaruhi ? entahlah…….

Saya tidak ingin menunjukan sisi jelek teman-teman  remaja yang lain. Karena saya yakin kalian (pembaca) sudah tahu seperti apa. Yang trpenting bagaimana cara menanganinya. Jangan hanya diceramahi tetapi harus segera diambil tindakan. Terutama oleh para orang tua atau guru di sekolah. Disamping juga perlunya kesadaran dari di sendiri. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Semoga diperhatikan. Terima kasih.