Infrastruktur dan sumber daya yang
mencukupi sering disebut sebagai modal utama dalam pemberian pelayanan publik
yang baik di tingkat kabupaten/kota (Good Governance Brief, 2009). Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin
penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan
negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan organisasi publik.
Muncullah sikap pesimis.
Sebagian masyarakat
masih pesimis terhadap negeri ini. Apa sebab? Banyak. Secara umum seperti saya
sebut di atas. Kata memuaskan ini memang terkesan subjektif, tapi pari kita
lihat dari pandangan objektifnya. Jika mau mengerucut lagi dan mengambil contoh
kecil, yaitu jalan, pasti segera bisa mengamini letak objektifitas permasalahan
ini. Semua pasti sangat prihatin dengan keadaan jalan-jalan yang ada di negeri
ini. Jalan rusak dimana-mana, alih fungsi trotoar pun menjalar.
Saya pun akhirnya
pesimis (juga). Jalan adalah sarana vital dalam transportasi. Pun dengan trotoar
sebagai fasilitas satu-satunya untuk pejalan kaki. Keadaan kedua infrastruktur
ini sungguh mengernyitkan dahi semua orang yang perduli. Bagi yang tidak, pasti
akan acuh. Tapi perlu diingat semua ini untuk kepentingan orang banyak, jadi
sangat penting.
Jamak kita lihat jalan
yang berlubang dijadikan kolam pancing oleh warga disekitarnya. Ada juga yang
‘bercocok tanam’ dengan media jalan rusak ini. Jangan merasa bangga dulu ketika
melihat kedua hal ini. Sadarilah, mereka tidak sedang mencari alternatif dalam mencari
ikan pun bercocok tanam. Tapi semua itu adalah wujud dari kekesalah mereka akan
ketidaktanggapan pihak berwenang dalam menyikapi masalah ini.
Ada di suatu tempat
saya lihat jalan yang memiliki kerusakan parah, seperti sungai yang sedang
surut. Hancur lebur dan saya anggap sudah tidak layak disebut jalan. Ketika
berkendara melewati jalan itu, sudah bisa dipastikan badan akan terasa sakit dan
pinggang terasa pegal karena guncangan yang cukup besar. Perlu kiranya kita
mengingat bahwa jalan rusak juga bisa menjadi jalan alternatif menuju akhirat.
Tidakkah ada yang perduli dengan hal ini?
Banyak pemberitaan
tentang hal ini. Makin banyak pihak-pihak yang berkewajiban menyikapi masalah
ini malah melengos cuek. Ketika akhirnya terpaksa menjawab, dana yang tak cukup
selalu menjadi jawaban jitu. Lalu ketika mendengar pernyataan seperti itu, maka
segera saja hati kecil saya menjawab. “Mengapa untuk korupsi selalu cukup?”
Ya korupsi. Korupsi masih terus menjadi penghambat bagi
tata-kelola pemerintahan yang baik. Undang-undang anti korupsi dan
pelaksanaannya masih berada dalam tahap awal, dan belum menghasilkan apa-apa. Nah,agar
tidak semakin banyak pikiran-pikiran buruk seperti saya sangat indah kiranya
mulai diadakan transparansi anggaran dana pada masyarakat. Apakah transparansi anggaran
dana yang tersedia untuk jalan, dan lain-lain. Sehingga masyarakat memiliki
dasar keyakinan bahwa apa yang telah dikerjakan pihak-pihak berwenang sesuai dengan
swadarma masing-masing. Pelayanan publik tidak harus berarti pengalokasian dana
yang besar, tetapi lebih pada orientasi terhadap penerima pelayanan daerah dan
diutamakan pada keperluannya.
Mengapa sampai detik
ini juga belum ada transparansi dan penyelesaian mengenai masalah ini? Tanyakan
pada diri sendiri! Karena ketika pertanyaan ini kita lontarkan kepada pihak
yang berwenang, seringkali mendapat jawaban yang tidak memuaskan.
Melihat permasalahan
jalan rusak ini semakin kronis saya sempat berpikir dan mencanangkan ide besar.
Apakah tidak sebaiknya masyarakat mulai bergerak sendiri, karena sudah kadung
kecewa dengan pelayanan yang diberikan? Saya sempat merencanakan sebuah gerakan
memperbaiki jalan secara swadaya yang dananya berasal dari orang-orang yang
memang perduli dengan kondisi ini.
Hal itu terbersit
dipikiran saya ketika melihat gerakan Koin Prita, BolBal, Indonesia Bertidak,
dan gerakan-gerakan lain yang serupa. Intinya gerakan-gerakan yang sudah saya
sebutka di atas adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh orang-orang yang
begitu perduli dengan kehidupan sekitar. Karena disaat bersamaan, pihak
berwenang sangat lamban menyikapinya, muncullah penyelesaian alternatif seperti
itu. Padahal permasalahan ini memrlukan penanganan yang sigap. Lain dari itu,
saya sering diolok-olok oleh teman-teman karena daerah saya terkenal dengan
jalan rusak yang sangat parah.
Gerakan-gerakan itu
yang membuat saya berpikir untuk merancang gerakan serupa untuk menyelesaikan
masalah jalan rusak ini. Tapi sejujurnya, ide besar saya ini hanya saya pendam
di dalam kepala. Birokrasi yang cukup ribet adalah kendalanya. Menciptakan gerakan
seperti ini cukup susah. Perlu perencanaan yang sangat terencana. Karena ini
masalah pembangunan untuk orang banyak. Sangat tidak mungkin bagi saya ketika
itu.
Lalu jikapun pada
nantinya gerakan ini berhasil saya lakukan setidaknya di daerah tempat tinggal
saya yang memang memiliki jalan rusak yang sangat kronis. Lalu apa kerja para
penanggung jawab pelayanan publik jalan bagian ini? Lalu saya pun berpikir
lagi, hendaknya masalah ini diselesaikan secara bersama dan didukung oleh semua
pihak.
Jujur saja, saya sangat
ingin memiliki jalan yang aman dan nyaman untuk berkendara ataupun berjalan
kaki. Setidaknya jalan yang tidak membuat pinggang pegal ketika melewatinya.
Jalan yang aman untuk kendaraan dan pengendara.
Janganlah dulu melihat
Jepang yang memang memiliki fasilitas jalan ternyaman di seluruh dunia. Karena
mereka membangun fasilitas dan memeliharanya dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab. Itu jangka panjangnya, ingin menjadi seperti Jepang. Jangka pendeknya, ke
depan negeri ini atau setidaknya daerah saya memiliki jalan yang aman dan
nyaman digunakan.
Atau bahkan ada yang
mau membantu merealisasikan rencana besar saya, karena sudah gregetan dengan
kondisi yang ada? Mari kita berjuang bersama-sama. Mari kita mengubah pesimis
menjadi optimis dengan cara kita. Mari kita mengukur optimalisasi kinerja
birokrasi yang ada dengan melihat kualitas layanan yang ditawarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar