Tak selamanya persamaan laki-laki dan perempuan itu mungkin
terjadi. Dalam beberapa hal seperti pendidikan, karier, dan keluarga, persaman
hak ini memang memungkinkan untuk dicapai. Namun harus disadari bahwa dalam
beberapa hal yang lain kesamaan ini tidak mungkin terwujud 100 persen, misal
dalam hal kekuatan, ketahanan mental dan fisik antara pria dengan wanita.
Kadang para perempuan menjadi tidak realistis dalam menuntut
persamaan hak dan emansipasi. Di satu sisi hal ini baik, namun di sisi lain
menjadi seperti melupakan kodrat mereka sebagai perempuan, yang mau tak mau
fisik dan ketahanannya lebih lemah daripada pria.
Bukan berarti, perempuan lebih lemah dan tidak mampu berbuat
apa-apa. Perempuan hendaknya mensyukuri apa yang dimiliki. Pada dasarnya
perempuan memiliki sifat yang androgini, yaitu sifat gabungan antara laki-laki
yang kuat, tegas, dan rasional, dengan perempuan yang penyayang, teliti, dan
ulet. Hal ini sesungguhnya menciptakan dualisme dalam diri perempuan, yaitu
diri sebagai profesional, dan diri sebagai seorang perempuan. Dualisme ini
memungkinkan para perempuan memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang
dilakukan laki-laki, misal menjadi polwan yang kuat dan siap membela negara.
Walaupun perempuan sanggup mengerjakan hal-hal yang jamak
dilakukan kaum laki-laki, dalam beberapa hal, perempuan tetap harus menyadari
kodratnya. Namun pada satu kondisi, persamaan jender ini juga tidak mungkin
dilakukan karena terbatas pada kodrat alami perempuan, seperti menstruasi,
hamil, melahirkan, menyusui, dan kekuatan fisik. Dalam hal ini, kaum perempuan
tetap membutuhkan toleransi dalam beberapa hal.
Menurut saya, emansipasi harus disikapi dengan pandangan dan
sikap yang (lebih) realistis, serta sebuah keikhlasan dari para perempuan, agar
tidak selalu menuntut terlalu besar tetapi juga melihat kembali kemampuannya
masing-masing.
Selain itu, tak bisa dipungkiri bahwa prioritas utama seorang
perempuan adalah keluarga, setelah itu baru pekerjaan, dan diri sendiri.
Sedangkan seorang laki-laki punya prioritas lebih banyak untuk pekerjaan,
kemudian keluarga dan diri sendiri. Perbedaan prioritas ini juga didasarkan
pada kodrat alamiah dan perasaan yang timbul sebagai seorang ibu.
Karena itu, sebenarnya yang paling dibutuhkan adalah
toleransi antar jender yang semakin tinggi, agar semua pekerjaan dan aktivitas
lain bisa diselesaikan dengan adil dan seimbang. Seiring dengan adanya
toleransi jender, lama-kelamaan kesetaraan pun akan tercipta dengan sendirinya.
21 April 2012,
Selamat Hari Kartini utk semua perempuan di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar