Sabtu, 21 April 2012

Persamaan Jender Harus Disikapi Lebih Realistis


Tak selamanya persamaan laki-laki dan perempuan itu mungkin terjadi. Dalam beberapa hal seperti pendidikan, karier, dan keluarga, persaman hak ini memang memungkinkan untuk dicapai. Namun harus disadari bahwa dalam beberapa hal yang lain kesamaan ini tidak mungkin terwujud 100 persen, misal dalam hal kekuatan, ketahanan mental dan fisik antara pria dengan wanita.
Kadang para perempuan menjadi tidak realistis dalam menuntut persamaan hak dan emansipasi. Di satu sisi hal ini baik, namun di sisi lain menjadi seperti melupakan kodrat mereka sebagai perempuan, yang mau tak mau fisik dan ketahanannya lebih lemah daripada pria.
Bukan berarti, perempuan lebih lemah dan tidak mampu berbuat apa-apa. Perempuan hendaknya mensyukuri apa yang dimiliki. Pada dasarnya perempuan memiliki sifat yang androgini, yaitu sifat gabungan antara laki-laki yang kuat, tegas, dan rasional, dengan perempuan yang penyayang, teliti, dan ulet. Hal ini sesungguhnya menciptakan dualisme dalam diri perempuan, yaitu diri sebagai profesional, dan diri sebagai seorang perempuan. Dualisme ini memungkinkan para perempuan memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang dilakukan laki-laki, misal menjadi polwan yang kuat dan siap membela negara.
Walaupun perempuan sanggup mengerjakan hal-hal yang jamak dilakukan kaum laki-laki, dalam beberapa hal, perempuan tetap harus menyadari kodratnya. Namun pada satu kondisi, persamaan jender ini juga tidak mungkin dilakukan karena terbatas pada kodrat alami perempuan, seperti menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, dan kekuatan fisik. Dalam hal ini, kaum perempuan tetap membutuhkan toleransi dalam beberapa hal.
Menurut saya, emansipasi harus disikapi dengan pandangan dan sikap yang (lebih) realistis, serta sebuah keikhlasan dari para perempuan, agar tidak selalu menuntut terlalu besar tetapi juga melihat kembali kemampuannya masing-masing.
Selain itu, tak bisa dipungkiri bahwa prioritas utama seorang perempuan adalah keluarga, setelah itu baru pekerjaan, dan diri sendiri. Sedangkan seorang laki-laki punya prioritas lebih banyak untuk pekerjaan, kemudian keluarga dan diri sendiri. Perbedaan prioritas ini juga didasarkan pada kodrat alamiah dan perasaan yang timbul sebagai seorang ibu.
Karena itu, sebenarnya yang paling dibutuhkan adalah toleransi antar jender yang semakin tinggi, agar semua pekerjaan dan aktivitas lain bisa diselesaikan dengan adil dan seimbang. Seiring dengan adanya toleransi jender, lama-kelamaan kesetaraan pun akan tercipta dengan sendirinya.


21 April 2012, Selamat Hari Kartini utk semua perempuan di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar