Minggu, 15 April 2012

Kisan si UN dan 5 Paket Soal


Pelan-pelan tapi pasti, dari waktu ke waktu proses ujian akhir tidak lagi steril dari kata curang. Entah dari mana virus ini datang. Namun yang pasti setiap tahun kian berkembang. Semula mencontek adalah kreatifitas peserta didik sendiri untuk meniru pekerjaan teman, sampai akhirnya melibatkan guru dan kepala sekolah, hingga menyuburkan kecurangan ini.
Beberapa kali diberitakan ada guru yang ‘diam-diam’ menyelinap’ masuk ke ruang ujian untuk menuliskan kunci jawaban di papan tulis untuk dicontek peserta. Ada guru yang membuatkan kunci jawaban di kertas sebelum ujian dimulai lalu dibagikan kepada siswa-siswanya. Lalu peserta saling berbagi kunci jawaban yang dibuatkan guru. Masih banyak lagi bentuk keterlibatan guru dalam mencurangi “prosesi keramat” itu.
Kecurangan pada Ujian Nasional (UN) kini tidak hanya ulah peserta didik, tapi juga melibatkan para pendidik, seperti kasu-kasus di atas. Ini yang menimbulkan kesangsian terhadap pelaksanaan UN sebagai sebuah proses evaluasi. Perdebatan pun terjadi terkait kelayakan UN.
Perdebatan UN layak atau tidak untuk mengukur kualitas siswa dalam proses belajar selama tiga tahun sebelumnya untuk sementara ditunda. Kini muncul lagi kebijakan yang layak diperdebatkan terkait UN. Sejak tahun lalu dan berlanjut tahun ini, UN akan menggunakan sistem 5 paket soal untuk jenjang SMP dan SMA. Sementara untuk tingkat SD, naskah soal hanya dibuat satu paket. Sebab sistem ujian untuk tingkat SD masih sebatas belajar ujian dan batas minimum nilai kelulusannya pun ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Ditengarai kebijakan 5 paket soal akan cukup menyulitkan siswa dalam melancarkan aksi curang. Kemungkinan mencontek atau memberi kode jawaban di ruang ujian dengan sistem soal 5 paket itu menjadi sangat sulit dilakukan peserta UN.
Untuk diketahui sistem 5 paket ini tidak berarti paket yang satu dengan yang lainnya beda soal ujiannya, melainkan antara paket 1, paket 2, paket 3, paket 4 dan paket 5 yang berbeda adalah terletak pada penomoran soal ujiannya, bukan isinya. Ilustrasi lengkapnya seperti ini, dalam satu kelas akan terdapat 20 siswa. Ada lima tipe soal. Tiap hari setiap siswa akan mendapat tipe soal yang berbeda. Aturan lain jika ada siswa terbukti melakukan kecurangan, maka hasil UN nya akan dihapus. Saya pikir sistem paket pada soal untuk UN tingkat SMP dan SMA tepat untuk memfasilitasi kepercayaan diri siswa yang tersembunyi dan selama ini terkikis oleh budaya mencontek. Padahal ketika siswa percaya diri, mereka bisa mencapai hasil lebih bagus tinimbang bekerja sama.
Ketika UN berjalan (dahulu) dengan dua paket soal, penyelewengan telah terjadi. Perdebatan pun lahir. Sistem paket soal sama tidak relevannya dengan UN itu sendiri, tanggapan dari pihak kontra. Ketidakjujuran pun tetap terjadi. UN ditanggapi dengan salah. Mereka menganggap lulus UN adalah indikator sukses. Sesungguhnya sukses tidak hanya berorientasi pada hasil tapi juga proses dan pelaksanaan UN itu sendiri.
Menyambung kesangsian sebagian orang seperti di atas, mengapa tidak relevan? Bagaimana ketidakjujuran itu terjadi? Indikatornya bisa kita lihat pada kasus contekan massal seperti tahun kemarin, SMS jawaban beredar beberapa jam sebelum UN dimulai dan berita-berita sejenis yang memiriskan hati kita sebagai guru dan orang tua yang mengingginkan perbaikan bagi jalannya pendidikan anak bangsa. Sebenarnya sederhana saja, dengan sistem dua paket siswa mudah untuk bekerja sama. Maka, jalan keluarnya adalah melahirkan sistem 5 paket.
Pendidikan adalah salah satu harapan besar untuk perbaikan bangsa ini kedepannya. Setelah hampir semua lini kehidupan masyarakat negara ini terjangkiti penyakit kronis, pendidikan adalah salah satu media untuk memperbaiki itu semua. Kejujuran adalah pintu penting untuk membangun integritas dan perilaku seseorang termasuk dalam berhubungan dengan orang lain. UN jujur adalah pintu masuk untuk menghapus kemerosotan mental dan moral.
Perlu sama-sama menyadari, mencontek dilakukan pelajar untuk mendapatkan nilai yang bagus secara instant tanpa mau belajar dahulu. Lalu sebenarnya apa yang membuat siswa-siswi mencontek? Apakah karena ketidakmampuan mereka dalam menjawab soal atau ada faktor lain? Kami menyimpulkan bahwa pemahaman siswa ataupun pihak-pihak yang bergerak dibidang pendidikan tentang UN masih dangkal.
Memang kebijakan Mendiknas terkait sistem 5 paket soal belum teralu efektif dan belum bisa meningkatkan kualitas pendidikan. Jika tujuannya untuk mencegah tindakan menyontek antarsiswa di dalam kelas mungkin bisa efektif. Akan tetapi, jika bertujuan untuk mencegah tindakan menyontek siswa antarkelas belum tentu bisa.
Tapi untuk mulai merintis, layak diacungi jempol, bagaimana pun kebijakan tersebut erat kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas UN tahun ini agar lebih baik dan lebih sukses lagi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Lain dari itu kemungkinan untuk contek-menyontek antara peserta UN diminimalisir. Adapun masalah tindakan menyontek antarkelas itu sangat terkait dengan kedisplinan tim pengawas independen yang akan dibentuk Menteri.
Pelaksanaanya juga harus superketat. Apalagi keberadaan polisi dan pengawas independen selama ini juga tidak terlalu berpengaruh besar untuk membuat ujian jujur tanpa kecurangan. Nah, dari paket soal yang tetap dibuat 5 (lima) macam di setiap ruang sampai ke pembuatan sticker khusus sebagai pengganti lak selama ini untuk menyimpan Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN). Dengan sticker khas ini panitia/sekolah tidak bisa lagi membuka ulang ampelop LJUN yang sudah dibungkus rapi dari ruang ujian. Lain itu, masing-masing paket ini akan diberi kode sehingga murid dan pengawas harus ekstra teliti pada pelaksanaannya.
Hemat saya sistem lima paket soal UN 2011 merupakan sebuah langkah yang sangat menjanjikan untuk mengurangi tingkat kecurangan dalam pelaksanaan Ujian nasional. Semoga saja kebijakan tipe soal A, B, C, D dan E bisa berjalan dengan baik. Asal diimbangi dengan pembenahan karakter bangsa ini.


Selamat menenpuh ujian, siswa-siswi seluruh Indonesia:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar