Pers dapat pula
membentuk perilaku masyarakat dalam berbahasa. Jika pers menggunakan banyak
bahasa yang salah, efek kesalahan itu akan menular ke masyarakat. Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional, jika fungsi ini sudah diterapkan
dengan benar maka fungsi itu akan menghasilkan satu, sikap kebanggaan bahasa,
dan dua, sikap kesetiaan bahasa. Bahasa jurnalistik bisa jadi pegangan
untuk mengembangkan kemampuan berbahasa. "Kita tidak perlu membenci bahasa
asing, tapi kita perlu menyerap. Bahasa media massa mesti membuat pembaca
cerdas cendekia.
Bahasa adalah refleksi
dan identitas yang paling kokoh dari sebuah budaya. Bahasa menjadi alat
pengikat yang sangat kuat untuk mempertahankan eksistensi suatu budaya
masyarakat. Penggunaan bahasa Indonesia dalam keseharian bukanlah sikap
antibahasa asing. Penggunaan bahasa Inggris dalam keseharian harus dicarikan
padanan katanya yang sesuai. Kita jangan malu menggunakan bahasa Indonesia.
Misi ini juga seharusnya diemban dalam jurnalistik.
Saat ini tak jarang
media hanya mengedepankan kecepatan, bukan ketepatan. Namun, hal itu cenderung
mengabaikan kode etik jurnalistik. Kalau media sudah melupakan kode etik
jurnalistik, tak akan lama media tersebut akan ditinggal oleh pembacanya. Tinggal
menunggu waktu saja masyarakat akan mulai tidak percaya terhadap media
tersebut. Hal seperti ini akan menjadi biasa karena kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian
kebenaran dan jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani
personalnya. Dua
poin ini menarik dan selalu menimbulkan pandangan
keberpihakan sebuah pemberitaan.
Pertanyannya, apakah dengan mengacu pada kedua poin ini seorang jurnalis dapat memberikan
prespektifnya ketika ia menuliskan fakta berita? Bisa saja asal
sebelumnya tentunya mengungkap
fakta yang terjadi dan tentunya disertai verifikasi data.
saya pikir ini tidak akan melanggar kode etik jurnalistik.
Di tengah permasalahan
keakuratan dan kecepatan berita, saya pikir jurnalisme warga yang muncul
belakangan ini adalah jawabannya. Jurnalisme warga patut didorong untuk menjadi media alternatif yang
akurasi dan kecepatan infomasinya bisa diandalkan.
Meskipun jurnalisme warga
sebagai fenomena peradaban yang bisa saja membuat “gerah” beberapa
pihak.
Satu
catatan dari saya agar
pemerintah tidak boleh mengatur apalagi mengintervensi jurnalisme warga
ini. Namun seharusnya DPR
bersama pemerintah perlu memperbarui Undang-undang Penerbitan dengan memasukkan eksistensi jurnalisme
warga di dalamnya, saran agar pemerintah melakukan bimbingan teknis terhadap
jurnalisme warga yang tak bisa dipungkiri kehadirannya juga membantu mainstream
media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar