Minggu, 06 Mei 2012

Tengoklah Ruang-ruang Kelas Itu

Pada dasarnya pendidikan tidak hanya sekedar melibatkan proses penambahan pengetahuan (intelektualitas) saja, tapi juga harus mengarah pada pengembangan karakter dan motivasi di kalangan peserta didik untuk bekal hidup. Pendidikan hendaknya mengajarkan sikap dan kehidupan.
Siswa yang mendapat nilai 10 mata pelajaran Matematika di kehidupan kelas tidak bisa mengukur volume kardus mie instan yang kerap ia makan di kehidupan nyata. Miris. Siswi yang mendapat ujian nasional 10 mata pelajaran Bahasa Inggris, tak pernah berani bercakap-cakap dengan wisatawan asing pada kehidupan nyata. Menyedihkan.
Lalu sikap generasi muda yang cepat puas dengan sesuatu menjadi sifat manja yang sangat memprihatinkan. Hati saya miris menyaksikan reaksi siswa-siswa SMA dan sederajat yang gagal ujian nasional melalui tayangan stasiun-stasiun televisi di Tanah Air beberapa tahun lalu.
Lebih menyedihkan lagi, masih ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena dinyatakan tidak lulus salah satu mata pelajaran (Kompas.com, 28/4/2010). Saya berpikir, inilah akibatnya jika pendidikan hanya berorientasi ujian nasional. Pendidikan bertahun-tahun sekolah hanya untuk mendapat ijazah, tidak lebih dari itu. Setelahnya, tak berguna sama sekali. Indonesia memroduksi SDM berjiwa konsumtif bukan produktif.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China (1,346 juta jiwa), India (1,198 juta jiwa), dan Amerika Serikat (315 juta jiwa). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 lalu adalah 237.641.326 jiwa. Negara seperti Indonesia, dengan populasi keempat terbesar di dunia, harus mampu mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pengembangan bakat. Pengembangan sumber daya manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan eksplorasi sumber daya alam. Upaya pengembangan sumber daya manusia inilah yang masih minim dan terkesan setengah hati.
Pertanyaan klise yang kerap muncul adalah mengapa negara seperti Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah tidak berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyatnya? Sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan daya saing suatu bangsa bukan ditentukan oleh sumber daya alam, tapi ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan kekayaan yang lebih berharga daripada sumber daya alam. Negara dengan sumber daya manusia yang melimpah dan berkualitas adalah faktor yang mampu meningkatkan produktivitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat memberikan nilai tambah bagi daya saing bangsa.
Pemikiran masyarakat adalah pengaruh ‘pendidikan’ yang pernah mereka rasakan. Terjadi kesalahan dalam sistem pendidikan suatu negara bisa dilihat dari pemikiran dan perilaku masyarakatnya. Sudah terlalu banyak apologi yang diberikan sistem pendidikan agar terus berjalan seperti ini, untuk pembodohan secara sistematis.
Pada dasarnya, dua mata rantai ini bersumber pada satu hal: pendidikan. Potret pendidikan bangsa kita yang masih didominasi oleh kalangan menengah ke atas, ditambah lagi dengan komersialisasi pendidikan, telah memburamkan harapan anak-anak bangsa yang kurang berkecukupan untuk menikmati pendidikan. Konsep pendidikan untuk semua kalangan belum bisa diimplementasikan. Akibatnya, muncullah citra bahwa pendidikan hanya bagi orang kaya dan menjadi simbol status sosial.
Pendidikan di desa atau daerah pelosok masih belum terjamah renovasi. Sangat prihatin melihat pembritaan kondisi gedung SD. No. 2 Senganan, Penebel, Tabanan yang rusak sejak 2008 tapi belum terjamah sedikitpun. Mari ingat-ingat, hari ini sudah tahun berapa?
Dilaporkan Metrobali.com, kondisi tiga ruang kelas memang kondisinya sangat parah di bagian atap, beberapa bagian kosen jendela lapuk di makan rayap. Bahkan sepertiga atap ruangan kelas “terngangga” sehingga sinar matahari langsung menerobos masuk ruangan. Lebih parah lagi jika hujan tiba, kondisi belajar praktis menjadi kacau dan aktivitas belajar langsung dihentikan.
Selama itu lah para siswa belajar di emper kelas. Sungguh miris. Jika keadaannya seperti ini terus, bagaimana bisa pemerataan pada sistem pendidikan. Pendidikan untuk siswa miskin masih belum terealisasi. Inilah kewajiban yang benar-benar harus disadari. Karena terkadang beasiswa miskin tak tepat sasaran.
Birokrasi pendidikan harus benar-benar satu visi, karena hari ini orang-orang di birokrasi masih berjalan di atas kepentingan sendiri. Terjadilah adu kepentingan yang sangat tidak penting.
Pendidikan seharusnya menjadi dataran bersama yang menempatkan seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bersama. Pendidikan menciptakan pengetahuan bersama yang menjadi dasar seluruh tindakan bernegara sehingga kesatuan bangsa dapat diwujudkan berdasar prinsip kesetaraan untuk mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya menduduki ruang utama dalam rangka pembangunan bangsa dan negara.
Pendidikan tidak menggurui. Pendidikan juga harusnya tidak mematikan potensi peserta didik. Rancangan pendidikan dari pusat terkadang sudah sangat bagus, tetapi setelah diterapkan di bawah selalu melahirkan penyimpangan terstruktur.
Arti dari pendidikan itu sendiri seharusnya tidak direduksi hanya untuk mendapatkan ijazah dan nilai tinggi ketika ujian nasional. Pendidikan harus mencakup seluruh aspek kehidupan sebagai bekal hidup para tamatannya. Membatasi pendidikan hanya untuk mengejar kemampuan kognitif sebenarnya telah menyempitkan hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak hanya tentang proses pembelajaran teknis, tapi juga membantu setiap manusia untuk dapat mengembangkan bakat dan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin di masa depan yang berintegritas dan bertanggung jawab. Setidaknya sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri.
Kemajuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran para pendidik. Para pendidik tidak hanya bertugas mengajar saja, tapi juga harus mampu memberi teladan, motivasi, dan dorongan. Pendidik, dalam hal ini tidak hanya guru di sekolah tapi juga orang tua, harus bisa menumbuhkan niat dari diri sendiri lalu menginveksi para peserta didik. Pendidikan harus dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian beranjak ke lingkup yang lebih besar, sehingga terbentuklah masyarakat pembelajar yang kondusif.
Beberapa hal yang kiranya perlu dilakukan adalah: (1) pendidik harus membantu para peserta didik untuk dapat berpikir terbuka (open mind), merangsang intelektualitas dan meluaskan cakrawala berpikir para peserta didik; (2) menanamkam budaya berinovasi siswa agar kreatif dan produktif hingga sifat konsumtif terdegradasi; (3) membangun sikap saling percaya antara pendidik dan peserta didik.
Hal-hal yang tersebut di atas hanyalah beberapa ‘usulan’ kecil untuk satu sisi pendidikan guna membenahi pendidikan negeri ini. masih banyak hal yang seharusnya mulai kita pikirkan bersama-sama demi mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana dituliskan UUD 1945.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar