Pada dasarnya pendidikan tidak hanya sekedar melibatkan
proses penambahan pengetahuan (intelektualitas) saja, tapi juga harus mengarah
pada pengembangan karakter dan motivasi di kalangan peserta didik untuk bekal
hidup. Pendidikan hendaknya mengajarkan sikap dan kehidupan.
Siswa yang mendapat nilai 10 mata pelajaran Matematika di
kehidupan kelas tidak bisa mengukur volume kardus mie instan yang kerap ia makan di kehidupan
nyata. Miris. Siswi yang mendapat ujian nasional 10 mata pelajaran Bahasa
Inggris, tak pernah berani bercakap-cakap dengan wisatawan asing pada kehidupan
nyata. Menyedihkan.
Lalu sikap generasi muda yang cepat puas dengan sesuatu
menjadi sifat manja yang sangat memprihatinkan. Hati saya miris menyaksikan
reaksi siswa-siswa SMA dan sederajat yang gagal ujian nasional melalui tayangan
stasiun-stasiun televisi di Tanah Air beberapa tahun lalu.
Lebih menyedihkan lagi, masih ada siswa yang mengambil jalan
pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri karena dinyatakan tidak lulus salah
satu mata pelajaran (Kompas.com, 28/4/2010). Saya berpikir, inilah akibatnya
jika pendidikan hanya berorientasi ujian nasional. Pendidikan bertahun-tahun
sekolah hanya untuk mendapat ijazah, tidak lebih dari itu. Setelahnya, tak
berguna sama sekali. Indonesia memroduksi SDM berjiwa konsumtif bukan
produktif.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar
keempat di dunia setelah China (1,346 juta jiwa), India (1,198 juta jiwa), dan
Amerika Serikat (315 juta jiwa). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2011 lalu adalah 237.641.326 jiwa. Negara seperti
Indonesia, dengan populasi keempat terbesar di dunia, harus mampu mengembangkan
sumber daya manusia melalui pendidikan dan pengembangan bakat. Pengembangan
sumber daya manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
eksplorasi sumber daya alam. Upaya pengembangan sumber daya manusia inilah yang
masih minim dan terkesan setengah hati.
Pertanyaan klise yang kerap muncul adalah mengapa negara seperti
Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah tidak berkorelasi positif
terhadap kesejahteraan rakyatnya? Sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan daya
saing suatu bangsa bukan ditentukan oleh sumber daya alam, tapi ditentukan oleh
sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan kekayaan
yang lebih berharga daripada sumber daya alam. Negara dengan sumber daya
manusia yang melimpah dan berkualitas adalah faktor yang mampu meningkatkan
produktivitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat
memberikan nilai tambah bagi daya saing bangsa.
Pemikiran masyarakat adalah pengaruh ‘pendidikan’ yang pernah
mereka rasakan. Terjadi kesalahan dalam sistem pendidikan suatu negara bisa
dilihat dari pemikiran dan perilaku masyarakatnya. Sudah terlalu banyak apologi
yang diberikan sistem pendidikan agar terus berjalan seperti ini, untuk
pembodohan secara sistematis.
Pada dasarnya, dua mata rantai ini bersumber pada satu hal:
pendidikan. Potret pendidikan bangsa kita yang masih didominasi oleh kalangan
menengah ke atas, ditambah lagi dengan komersialisasi pendidikan, telah
memburamkan harapan anak-anak bangsa yang kurang berkecukupan untuk menikmati
pendidikan. Konsep pendidikan untuk semua kalangan belum bisa diimplementasikan.
Akibatnya, muncullah citra bahwa pendidikan hanya bagi orang kaya dan menjadi
simbol status sosial.
Pendidikan di desa atau
daerah pelosok masih belum terjamah renovasi. Sangat prihatin melihat pembritaan
kondisi gedung SD. No. 2 Senganan,
Penebel, Tabanan yang rusak sejak 2008 tapi belum terjamah sedikitpun. Mari
ingat-ingat, hari ini sudah tahun berapa?
Dilaporkan Metrobali.com, kondisi tiga ruang kelas memang
kondisinya sangat parah di bagian atap, beberapa bagian kosen jendela lapuk di
makan rayap. Bahkan sepertiga atap ruangan kelas “terngangga” sehingga sinar
matahari langsung menerobos masuk ruangan. Lebih parah lagi jika hujan tiba,
kondisi belajar praktis menjadi kacau dan aktivitas belajar langsung
dihentikan.
Selama itu lah para siswa belajar di emper kelas. Sungguh
miris. Jika keadaannya seperti ini terus, bagaimana bisa pemerataan pada sistem
pendidikan. Pendidikan untuk siswa miskin masih belum terealisasi. Inilah
kewajiban yang benar-benar harus disadari. Karena terkadang beasiswa miskin tak
tepat sasaran.
Birokrasi pendidikan harus benar-benar satu visi, karena hari
ini orang-orang di birokrasi masih berjalan di atas kepentingan sendiri.
Terjadilah adu kepentingan yang sangat tidak penting.
Pendidikan seharusnya menjadi dataran bersama yang menempatkan
seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bersama. Pendidikan
menciptakan pengetahuan bersama yang menjadi dasar seluruh tindakan bernegara
sehingga kesatuan bangsa dapat diwujudkan berdasar prinsip kesetaraan untuk
mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya menduduki
ruang utama dalam rangka pembangunan bangsa dan negara.
Pendidikan tidak menggurui. Pendidikan juga harusnya tidak
mematikan potensi peserta didik. Rancangan pendidikan dari pusat terkadang
sudah sangat bagus, tetapi setelah diterapkan di bawah selalu melahirkan
penyimpangan terstruktur.
Arti dari pendidikan itu sendiri seharusnya tidak direduksi hanya
untuk mendapatkan ijazah dan nilai tinggi ketika ujian nasional. Pendidikan
harus mencakup seluruh aspek kehidupan sebagai bekal hidup para tamatannya.
Membatasi pendidikan hanya untuk mengejar kemampuan kognitif sebenarnya telah
menyempitkan hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak hanya tentang
proses pembelajaran teknis, tapi juga membantu setiap manusia untuk dapat
mengembangkan bakat dan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin di masa depan
yang berintegritas dan bertanggung jawab. Setidaknya sebagai pemimpin bagi
dirinya sendiri.
Kemajuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran para pendidik.
Para pendidik tidak hanya bertugas mengajar saja, tapi juga harus mampu memberi
teladan, motivasi, dan dorongan. Pendidik, dalam hal ini tidak hanya guru di
sekolah tapi juga orang tua, harus bisa menumbuhkan niat dari diri sendiri lalu
menginveksi para peserta didik. Pendidikan harus dimulai dari lingkungan
keluarga, kemudian beranjak ke lingkup yang lebih besar, sehingga terbentuklah
masyarakat pembelajar yang kondusif.
Beberapa hal yang kiranya perlu dilakukan adalah: (1) pendidik
harus membantu para peserta didik untuk dapat berpikir terbuka (open mind),
merangsang intelektualitas dan meluaskan cakrawala berpikir para peserta didik;
(2) menanamkam budaya berinovasi siswa agar kreatif dan produktif hingga sifat
konsumtif terdegradasi; (3) membangun sikap saling percaya antara pendidik dan
peserta didik.
Hal-hal yang tersebut di atas hanyalah beberapa ‘usulan’
kecil untuk satu sisi pendidikan guna membenahi pendidikan negeri ini. masih
banyak hal yang seharusnya mulai kita pikirkan bersama-sama demi mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagaimana dituliskan UUD 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar