Rabu, 11 Juli 2012

Pemuda dan Bahasa

Sering kita mendengar, membaca, dan menonton berita tentang keterpurukan bahasa kita, bahasa Indonesia yang dibuktikan dengan nilai mata pelajaran bahasa Indonesia yang menjadi mesin pembunuh ketidaklulusan siswa. Berita ini tersebar luas melalui banyak media: radio, TV dan media cetak, seperti koran, majalah, dan tabloid, bahkan situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Hasil ujian nasional untuk tahun ini pada mata pelajaran bahasa Indonesia ternyata masih ada yang rendah, sampai pada nilai 4,20.
Fakta ini semakin menyoroti pembelajaran bahasa Indonesia yang ‘seakan’ semakin sulit di mata siswa, siswa menganggap remeh dan sangat menggampangkan pembelajaran bahasa nasional kita ini. Mereka menganggap bahwa bahasa yang mereka gunakan sehari-hari sudah bisa dikatakan bahasa Indonesia yang baik, atau setidaknya berfungsi dengan baik. Lalu untuk apa belajar lagi? Mungkin itu yang ada di batin mereka.
Keterpurukan nilai bahasa Indonesia dapat terjadi karena dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor pendukung dalam bahasa Indonesia, seperti tujuan pembelajaran, cara penyampaian materi, metode pengajaran, alat dan cara mengevaluasi. Kemajuan ilmu pengetahuan, merupakan faktor eksternal yang juga berdampak terhadap merapuhnya keterampilan bahasa Indonesia.
Warga negara Indonesia yang baik, harus selalu menjaga bahasa persatuannya dan cinta terhadap bahasanya karena seperti pepatah mengatakan “bahasa menunjukkan bangsa”. Bahasa Indonesia itu adalah kebanggaan kita dan seharusnya kita menjunjung tinggi. Khususnya pulau Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai pendapatan utama daerahnya. Tentunya tidak dapat dipungkiri juga berdampak terhadap merapuhnya bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena kita adalah daerah pariwisata. Pelaku pariwisata tentu akan menggunakan bahasa internasional untuk mengais rezeki.
Penggunaan bahasa yang bukan milik sendiri akan terasa kurang gaul dan tidak trendi. Sekarang ini masyarakat Indonesia, khususnya Bali sangat dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain dari masing-masing negara asal wisatawan. Selain terpengaruh dari bahasa asing, remaja di Bali atau beberapa golongan sudah terjangkit sebuah virus bahasa yang dikenal dengan bahasa gaul. Virus ini biasanya menjangkit para remaja atau orang-orang yang (maaf) meski sudah berumur tapi berjiwa remaja.
Dalam berkomunikasi sehari-hari terutama dengan teman sebayanya, remaja seringkali menggunakan bahasa spesifik yang kita kenal dengan bahasa ‘gaul’. Bahasa gaul ini bukan merupakan bahasa yang baku, kata-kata dan istilah dari bahasa gaul ini terkadang hanya dimengerti oleh para remaja atau mereka yang kerap menggunakannya. Maklum saja, hal ini diamini oleh Piaaget yang berteori bahwa remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Ia menyatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia.
Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Mereka menyukai penggunaan metapora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku.
Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul. Di samping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Tahapan inilah pencarian dan pembentukan identitas bagi mereka. Remaja ingin diakui sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.
Apa penyebabnya? Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan singkatan, akronim, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Bahasa gaul ini tidak hanya digunakan remaja dalam berkomunikasi lisan tetapi mereka juga menggunakan bahasa gaul dalam penulisan. Biasanya mereka menggunakan bahasa gaul dalam menulis pesan singkat melalui telepon genggam.
Bahasa gaul yang digunakan anak remaja ini sudah populer dan menjalar ke mana-mana. Semoga saja perkembangan bahasa gaul yang sangat pesat ini tidak membuat generasi muda melupakan bahasa Indonesia baku. Ini sangat penting, walaupun dalam berkomunikasi dituntut penggunaan bahasa yang baik dan benar. Perlu diingat adalah sebagai remaja, generasi penerus bangsa, mereka juga tidak boleh melupakan penggunaan ragam bahasa baku untuk dipakai dalam situasi resmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar