sumber: Google |
Judul
: Madre
Pengarang
: Dewi Lestari “Dee”
Editor
:
Sitok Srengenge
Penerbit
: Bentang Pustaka
Cetakan
:
Cetakan kedua, Agustus 2011
Tebal
Buku
:
162 halaman; 20cm
Madre adalah salah satu buku yang diterbitkan oleh Bentang
pustaka dikemas secara ringan dan menarik. Antologi ini merupakan salah
satu hasil karya dari penulis ternama Dewi Lestari atau yang biasa dikenal
dengan nama pena “Dee” lahir di Bandung, 20 Januari 1976. Sejak menerbitkan
novel Supernova yang populer pada tahun 2001, ia juga dikenal luas sebagai novelis. Adapun karya fiksi Dee lainnya seperti Filosofi
kopi (2006) dan Rectoverso(2008).
Madre merupakan kumpulan karya Dee yang ketujuh selama lima tahun terakhir.
Terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek disuguhkan dengan berbagai tema
menarik seperti perjuangan seorang pemuda yang ingin menghidupkan kembali toko
roti, arti sesungguhnya tentang apa itu cinta, dan juga tentang kepahlawanan.
Namun dari sekian cerita yang ditampilkan ada satu yang lebih menarik untuk
dibahas, yaitu kisah seorang pemuda bernama Tansen yang di darah nya mengalir
darah Tionghoa, India dan Manado. Ia mendapatkan wasiat oleh lelaki yang
bernama Tan. Tansen tidak mengenali siapa Tan, seiring berjalannya waktu dia
pun tau ternyata Tan adalah kakeknya. Wasiat yang berisi sebuah kunci itu
adalah kunci lemari pendingin yang merupakan tempat dimana Madre disimpan.
Madre lahir di sebuah toko bernama Tan De
Bakker, yang tak lain nama pemiliknya “Tan Sin Gie”. Tansen yang awalnya
tinggal di Bali, kini ia harus merelakan kehidupannya disana demi
memperjuangkan toko roti Tan De Bakker yang telah tutup selama 5 tahun itu di
sebuah kota bernama Jakarta. Ternyata Tan mewariskan Madre ke tangan yang
tepat, terbukti baru beberapa hari Tansen di Jakarta Tan De Bakker seolah
muncul lagi dan bangkit dari mati surinya itu.
Cerita-cerita di dalam buku ini menarik
namun ada beberapa hal yang kurang logis penceritaannya. Sebagian kisah yang ditampilkan
dengan kalimat sastra yang berat sehingga lama untuk dicerna apa maksudnya
dengan pembaca, seperti dikutip dari cerita
Percakapan di Sebuah Jembatan- ”Dan aku bertanya : apakah yang sanggup
mengubah gumpal luka menjadi intan, Yang membekukan air mata menjadi kristal
garam? Sahabatku menjawab : Waktu ” halaman 123
Penceritaan alur di dalam buku ini sangat mengejutkan, membuat pembaca
penasaran dengan ending yang akan diberikan oleh pemilik karya Madre ini.
Pemilihan kata khas dari Dee pun menambahkan kesan yang mendalam, Inspiratif
dan menjadi penyemangat tersendiri kepada pembacannya. Di setiap cerita
terdapat makna yang mendalam seperti :
”Itulah
cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman, bukan penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan.
Pertanyaan, yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban” -Semangkuk Acar Untuk Cinta
dan Tuhan- ” halaman 103
”Layang-layang
itu bebas di langit. Tapi tetap ada benang yang mengikatnya di Bumi" –
Menunggu Layang-Layang- halaman 152
Dalam buku ini Dee setidaknya telah membuka rahasia
dapur toko roti. Dee memberikan pengetahuan bahwa ternyata toko roti mempunyai
formula khusus seperti adonan biang, yang diceritakan dalam kisah “Madre”.
Dengan kehadiran buku ini diharapkan dapat
menjadi referensi, semoga bermanfaat bagi seluruh pembaca. Dan dapat dijadikan
pelajaran untuk kehidupan kedepannya agar lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar