Senin, 19 Maret 2012

PEMILU = DEMOKRASI SEMU


Pemilihan langsung (pemilu) menjadi salah satu sistem pemilihan umum semenjak bergulirnya reformasi. Pemilu juga dianggap sebagai salah satu indikasi pelaksanaan demokrasi dengan partisipasi rakyat yang lebih besar dalam menentukan pemerintahan. Banyak pihak yang menganggap demokrasi dan keterbukaan dengan partisipasi rakyat telah membuat kemajuan dalam sejarah politik Indonesia. Saya sajikan perspektif lain dalam memandang sistem pemilu.
Pemilihan langsung sering kali menjadi indikasi pelaksanaan demokrasi dalam sebuah sistem kenegaraan. Tidak terlalu berlebihan jika kita mengatakan pemilihan langsung dan proses demokrasi yang sedang berlangsung tidak lebih dari penyalahgunaan suara rakyat secara legal dan sistematis. Lebih kasar lagi, pemilihan langsung dan proses demokrasi merupakan cara yang cerdas dan efektif untuk menipu dan membodohi rakyat. Banyak bukti dan fakta yang menguatkan pendapat ini. Saya ambil satu contoh saja bukti yang mendukung pendapat di atas, yaitu dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada).
Saya pikir pilkada hanyalah sebuah formalitas dan penggunaan suara rakyat secara sewenang-wenang. Sesungguhnya proses penentuan calon kepala daerahlah yang paling menentukan dari seluruh proses pilkada. Proses penentuan calon kepala daerah ini dilakukan oleh partai politik (parpol) meskipun dibuka juga jalur independen yang terkesan sangat memberatkan calon independen. Apakah semua parpol seperti itu? Apakah semua pilkada seperti itu? Mungkin saja!
Partai politik memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan calon kepala daerah dan secara otomatis berperan pula menentukan masa depan dan kelangsungan daerah yang akan dipimpinnya. Otoritas intern inilah yang menjadi polemik bagi dalam dan luar partai. Rakyatlah yang menanggung semuanya.
Ketika berbicara partai politik, pilkada, ujung-ujungnya pasti uang. Skemata rakyat secara otomatis berhulu seperti itu. Ketika sekelompok rakyat tidak mengusung salah satu partai politik, kadang-kadang rakyat diabaikan. Jalan-jalan dibiarkan rusak. Ini pengakuan rakyat! Kerangka berpikir rakyat sudah sedemikian sistematisnya.
Partai politik hanya sekedar mencari kemenangan (yang semu) maka kualitas calon menjadi diabaikan dan popularitas (semu!!) yang menjadi pertimbangan utama. Kondisi di atas tentu tidak berlebihan jika dikatakan partai politik sudah menyalahgunakan amanah dan suara rakyat dan juga dengan melalui proses tertutup dengan diiringi oleh transaksi-transaksi politik tertentu. Yah namanya juga politik, sentilan sebagian orang. Ini menandakan, tindakan-tindakan itu sudah sangat wajar.
Sekali lagi rakyat menjadi korban dari skenario politik. Andai partai politik itu kalah dalam pilkada, setidaknya pundi-pundi keuangan mereka telah terisi melalui proses demokrasi semu ini. Apa yang bisa didapat rakyat? Penderitaan? Mungkin saja. Anda rasakan sendiri!
Saya tidak menjelek-jelekkan. Saya hanya menulis apa yang saya dan orang-orang sekitar saya alami. Negara demokrasi=bebas berpendapat. Saya melakukannya dengan ini.

Singaraja, 19 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar