Pemilihan langsung (pemilu) menjadi salah satu sistem
pemilihan umum semenjak bergulirnya reformasi. Pemilu juga dianggap sebagai
salah satu indikasi pelaksanaan demokrasi dengan partisipasi rakyat yang lebih besar
dalam menentukan pemerintahan. Banyak pihak yang menganggap demokrasi dan
keterbukaan dengan partisipasi rakyat telah membuat kemajuan dalam sejarah
politik Indonesia. Saya sajikan perspektif lain dalam memandang sistem pemilu.
Pemilihan langsung sering kali menjadi indikasi pelaksanaan
demokrasi dalam sebuah sistem kenegaraan. Tidak terlalu berlebihan jika kita
mengatakan pemilihan langsung dan proses demokrasi yang sedang berlangsung
tidak lebih dari penyalahgunaan suara rakyat secara legal dan sistematis. Lebih
kasar lagi, pemilihan langsung dan proses demokrasi merupakan cara yang cerdas
dan efektif untuk menipu dan membodohi rakyat. Banyak bukti dan fakta yang
menguatkan pendapat ini. Saya ambil satu contoh saja bukti yang mendukung
pendapat di atas, yaitu dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada).
Saya pikir pilkada hanyalah sebuah formalitas dan penggunaan
suara rakyat secara sewenang-wenang. Sesungguhnya proses penentuan calon kepala
daerahlah yang paling menentukan dari seluruh proses pilkada. Proses penentuan
calon kepala daerah ini dilakukan oleh partai politik (parpol) meskipun dibuka
juga jalur independen yang terkesan sangat memberatkan calon independen. Apakah
semua parpol seperti itu? Apakah semua pilkada seperti itu? Mungkin saja!
Partai politik memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan calon kepala daerah dan secara otomatis berperan pula menentukan
masa depan dan kelangsungan daerah yang akan dipimpinnya. Otoritas intern
inilah yang menjadi polemik bagi dalam dan luar partai. Rakyatlah yang
menanggung semuanya.
Ketika berbicara partai politik, pilkada, ujung-ujungnya
pasti uang. Skemata rakyat secara otomatis berhulu seperti itu. Ketika sekelompok
rakyat tidak mengusung salah satu partai politik, kadang-kadang rakyat
diabaikan. Jalan-jalan dibiarkan rusak. Ini pengakuan rakyat! Kerangka berpikir
rakyat sudah sedemikian sistematisnya.
Partai politik hanya sekedar mencari kemenangan (yang semu)
maka kualitas calon menjadi diabaikan dan popularitas (semu!!) yang menjadi
pertimbangan utama. Kondisi di atas tentu tidak berlebihan jika dikatakan
partai politik sudah menyalahgunakan amanah dan suara rakyat dan juga dengan
melalui proses tertutup dengan diiringi oleh transaksi-transaksi politik
tertentu. Yah namanya juga politik, sentilan sebagian orang. Ini menandakan,
tindakan-tindakan itu sudah sangat wajar.
Sekali lagi rakyat menjadi korban dari skenario politik.
Andai partai politik itu kalah dalam pilkada, setidaknya pundi-pundi keuangan
mereka telah terisi melalui proses demokrasi semu ini. Apa yang bisa didapat
rakyat? Penderitaan? Mungkin saja. Anda rasakan sendiri!
Saya tidak menjelek-jelekkan. Saya hanya menulis apa yang
saya dan orang-orang sekitar saya alami. Negara demokrasi=bebas berpendapat. Saya
melakukannya dengan ini.
Singaraja,
19 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar