![]() |
ilustrasi :) |
Bahasa
dalam dunia nyata (offline world) umumnya terdiri dalam 3 bagian yaitu
secara tertulis, lisan, dan non-verbal. Bahasa yang digunakan dalam dunia nyata
seperti ucapan kita sehari-hari, dalam media cetak, dan simbol/kode yang kita
tujukan pada lawan bicara kita. Sedangkan penggunaan bahasa dalam dunia maya
seperti penggunaan facebook (jejaring sosial yang lain), blog,
website, dsb. Melalui facebook, twitter, friendster, koprol, dan google
+ misalnya, orang-orang
bisa mengutarakan apa yang mereka rasakan dalam bentuk tertulis.
Pengutaraan
perasaan ataupun pesan dalam bahasa Indonesia tentunya dalam jejaring sosial
disajikan dengan efektif. Contohnya pertama bisa kita lihat pada komentar-komentar
yang terdapat di dalam facebook. Dalam komentar-komentar yang
diungkapkan tersebut bisa dari beragam bahasa. Setiap bahasa yang mereka
gunakan menggambarkan identitas mereka. Namun, pada kenyataannya, bahasa yang
mereka gunakan tidak selalu sesuai dengan identitas diri mereka. Pengguna facebook
bisa saja menulis kata-kata yang sopan sehingga kita berpikir bahwa orang
tersebut adalah orang yang baik dan ramah. Akan tetapi, pada kehidupan
sehari-harinya belum tentu orang tersebut adalah orang yang baik. Penciptaan
identitas di facebook sangatlah dangkal, terkadang pengguna facebook tidak
sungguh menunjukkan identitas mereka.
Sering
kali kita melihat ada teman atau saudara kita atau bahkan kita sendiri sering
melakukan update status yang tidak
jelas bahkan tidak penting, padahal di jejaring sosial terdapat banyak orang
yang dapat melihat status tersebut . Reaksi orang yang membaca status tersebut
bisa bermacam macam mulai dari cuek, risih, sedih, senang bahkan marah
jika status tersebut kurang berkenan dengan si pembaca atau melukai perasaan
seseorang. Begitulah kekuatan kata-kata, walau sudah dibuat ringkas (minimal
mungkin), tetap menimbulkan efek yang besar (maksimal). Muncullah pepatah baru “statusmu
harimaumu” diamini oleh pepatah lama “mulutmu harimaumu”. J
Contoh kedua, kehadiran media
sosial minimalis seperti Twitter
ternyata mengubah kebiasaan pengguna internet dalam berkomunikasi. Dulu, pada saat
baru muncul media blog, komunikasi yang ditampilkan masih beratus-ratus
karakter. Twitter lalu datang
menuntut kita untuk lebih cerdas dan efisien. Media ini menuntut kita
mengungkapkan pikiran, menyampaikan informasi, saling sapa, merayu, dan berhumor
ria cukup dengan 140 karakter.
Semakin jauh jaman menapak, semakin
jauh perkembangan komunikasi berkembang. Komunikasi yang menjadikan bahasa
sebagai salah satu komponennya menuntut sebuah keefektifan dalam menyampaikan
pesan dari penutur kepada mitra tutur. Dengan adanya jejaring sosial ini,
setidaknya kita (penggunanya) diajarkan bagaimana komunikasi efektif. Walaupun
bahasa yang digunakan bukan bahasa yang benar sesuai aturan EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan). Tidak apa-apa sebenarnya, karena poin dari jejaring sosial
adalah komunikasi efektif dan efisien dengan agak mengesampingkan EYD itu.
Karena memang tujuannya seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar