Senin, 18 Februari 2013

20 Paket Soal UN dalam Perspektif Saya

Format kelulusan siswa dari jenjang pendidikan yang cenderung berat ke nilai UN tidak tepat dan terkesan sudah "merampok" hak yang sejatinya harus menjadi hak penuh para guru. Dalam stiap pengumumam kelulusan siswa, seringkali guru terpaksa hanya mengelus dada lantaran menyaksikan banyak sekali siswa-siswa berprestasi "rontok" di UN. Sementara siswa yang dinilai kurang berprestasi justru bisa melenggang mlus karena nilai UN-nya justru melampaui siswa-siswa yang berprestasi. Ini nyata!

Proses pendidikan selama tiga tahun (di SMA dan SMP) terasa sia-sia, tidak berarti apa-apa karena bisa dipatahkan dengan UN yang hanya berlangsung selama tiga hari sampai empat hari saja. Sungguh miris. Semua menjadi bias, karena tak ada jaminan siswa-siswa yang berprestasi lulus dengan mudah. Sebaliknya siswa yang tidak berprestasi mendadak menjadi istimewa karena nilau UN yang didapatkan melambung tinggi meskipun terselip keraguan prestasi yang mereka peroleh dengan cara-cara yang tidak fair. Apalagi dengan munculnya 20 paket soal pada UN SMA tahun ini menyiratkan ketidakpercayaan pemerintah terhadap kejujran insan pendidikan.

Hemat saya, tidak akan ada kejujuran semasih kelulusan hanya ditentukan oleh UN. Hal ini dikarenakan format kelulusan yang cenderung berat ke nilai UN telah mengiring siswa maupun guru lebih mementingkan hasil akhir ketimbang proses untuk bisa mencapai standar nilai minimum kelulusan itu.

1 komentar: