Senin, 21 Januari 2013

Sekilas Wayang Ceng Blonk

Seni pertunjukan wayang mungkin tidak terlalu digemari oleh generasi muda zaman sekarang. Apalagi seumuran dengan saya, dan generasi di bawah saya. Karena bagi sebagian orang, pertunjukan ini susah dimengerti, karena bahasa dan cerita yang menggambil kisah-kisah berat seperti Ramayana dan Mahabarata. Walau begitu, dalam melestarikan pertunjukan (kesenian) wayang ini, banyak inovasi dilakukan oleh para pelaku wayang. Mulai dari merekontruksi cerita, serta isu-isu kekinian yang diangkat, tanpa kehilangan ruh pesan-pesan luhur cerita wayang yang sudah ada, sehingga masih bisa dikonsumsi oleh generasi zaman sekarang.
Wayang Ceng Blonk adalah salah satu wayang yang mengikuti perkembangan isu-isu sosial serta teknologi terkini dalam mendukung pertunjukkannya. Terbukti, wayang ini dapat dinikmati oleh lintas generasi. Wayang yang didalangi oleh Nardayana ini sukses memunculkan lagi apresiasi wayang di kalangan generasi muda.
Belayu adalah nama sebuah desa di Bali selatan—ia secara administratif masuk dalam wilayah kabupaten Tabanan, beberapa belas kilometer ke utara Denpasar—dimana wayang ini muncul pertama kali pada sekitar tahun 1997-1998. Kemunculannya saat itu dibidani oleh seorang dalang bernama Nardayana.
Ceng Blonk, sebuah inovasi dari wayang kulit purwa tradisional yang menjadi fenomena baru di Bali. Wayang ini sangat populer dengan frekuensi pentas sangat tinggi. Bahkan ia mencatatkan diri sebagai pertunjukan wayang pertama yang direkam dalam format video komersial. Satu hal yang menarik, kehadiran wayang ini erat dikaitkan dengan angin keterbukaan di Indonesia pasca reformasi dimana kritik sosial adalah sebuah hal yang niscaya dan wajib menjadi konsumsi masyarakat. Itulah sekilas keunikan wayang Ceng Blonk yang membuat ia begitu digandrungi.
Pementasannya sudah memakai nama Ceng Blonk sebagai trade mark serta disertai pula dengan inovasi-inovasi kreatif. Inovasi tersebut mencakup perihal teknis pementasan dan penokohan. Kedua hal inilah yang pada akhirnya membawa ciri khas tersendiri pada Ceng Blonk.
Ceng Blonk sendiri selain merupakan trademark sekaligus juga nama dua karakter kreasi dari sang dalang. Ceng dan Blonk adalah rakyat biasa yang tidak berperan sebagai punakawan atau abdi dalem. Nardayana tampaknya mencipta dua tokoh rekaan ini dengan tujuan memberi ciri khas wayangnya sekaligus untuk menghadirkan suara rakyat kecil di luar lingkaran istana. Memang benar, para punakawan merupakan potret rakyat jelata dalam pakem pewayangan konvensional, namun mereka tetap mengabdi kepada tuannya di dalam lingkungan tembok puri. Jadi tujuan kehadiran dua karakter ini adalah untuk melengkapi suara-suara kaum hamba sahaya atau punakawan yang merupakan fokus utama yang diangkat oleh sang dalang. Dan memang justru kehadiran dua karakter ini yang ditunggu-tunggu oleh para penonton.
Yang menjadi nilai lebih dari wayang kebanggaan Desa Belayu, Kec. Marga, Kab Tabanan ini adalah penambahan beberapa unsur pertunjukkan, seperti mengganti gamelan gender sederhana yang dipakai dalam pementasan wayang kulit Bali konvensional dengan perangkat gamelan lengkap, selain itu juga ditambah dengan adanya sinden (gerong dalam istilah Bali) mengiringi pertunjukkan. Lalu dalam hal lighting, ia berani memakai semacam lampu multi warna seperti lampu disko disamping lampu blencong tradisional. 
Dari sisi narasi, cerita yang diangkat oleh sang dalang Nardayana dapat digolongkan sebagai cerita carangan. Dalam wayang purwa yang bersumber pada wiracarita Mahabharata dan Ramayana, lalu ditambah dengan isu-isu sosial, kritik sosial, intrik politik dengan pesan-pesan yang sangat mengedukasi penonton. Wayang ini memang cerdas dalam meracik unsur tradisional dari wayang dengan perkembangan isu dan teknologi zaman sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar