Bali
sebagai salah satu tempat pariwisata dunia memang bernadi pada pariwisata.
Semua aspek pariwisata yang ada di Bali berlomba-lomba memberi pelayanan
terbaik. Fasilitas penunjang pariwisata menjamur dan sudah menjadi penghidupan
bukan saja masyarakat Bali, bahkan masyarakat pendatang yang mencari
penghidupan di Bali. Persaingan pun mulai terjadi.
Demi
kepentingan masing-masing pihak, terkadang cara-cara illegal menjadi halal bagi
mereka. Maraknya pemberitaan fasilitas-fasilitas pariwisata bodong di Bali
adalah kenyataan yang sudah ada di depan mata. Mengapa mereka berani beroperasi
tanpa izin, yang jelas-jelas melanggar hukum? Kepentingan adalah jawabannya.
Masyarakat
Bali ataupun para investor yang menanam modal di Bali hanya melihat pariwisata
sebagai tambang emas mereka. Di sisi lain, fasilitas pariwisata sudah banyak
dan akan bertambah banyak seiring waktu. Untuk ikut bersaing di dalamnya, jamak
dari mereka mengambil jalan bodong. Itu pilihan.
Yang
perlu disoroti sekarang adalah, mengapa praktik bodong seperti ini bisa terus
berjalan mulus? Padahal Pemprov Bali maupun kabupaten/kota di Bali sebenarnya
memiliki kekuatan hukum untuk menertibkan fasilitas-fasilitas bodong tersebut.
Saya curiga ada suap menyuap yang melibatkan orang kuat demi lancarnya
fasilitas-fasilitas tanpa ijin ini. Jika sudah begini, saya rasa susah. Karena
lagi-lagi kepentingan yang akan berbicara.
Apa
pun kepentingannya, jika kondisi penunjang pariwisata di Bali seperti itu
(banyak bodong), takutnya akan berpengaruh pada citra pariwisata Bali. Dan
akhirnya, kita semua yang akan menanggung akibatnya. Mari kita kesampingkan
kepentingan pribadi. Utamakan kepentingan bersama (pariwisata Bali).