Orang yang merasakan perlunya pencitraan diri di
hadapan publik sesungguhnya adalah orang yang tahu bahwa dirinya memiliki
banyak kekurangan, bahkan memiliki banyak kesalahan dan dosa. Semakin kuat
kebutuhan akan pencitraan untuk seseorang, sesungguhnya semakin besar pula
kekurangan, kesalahan, dan dosa yang tersimpan dalam pribadi orang itu.
Pencitraan adalah pengelabuan psikososial sistematis atas kekurangan,
kesalahan, dan dosa seseorang. Melalui pencitraan, kekurangan, kesalahan, dan
dosa disulap menjadi kelebihan, jasa, dan kebaikan.
Kita mengetahui bahwa para pejabat pemerintah kita,
terutama yang dipilih langsung oleh rakyat, dapat menduduki jabatan mereka
karena pencitraan. Jadi, sebenarnya kini kita dipimpin oleh orang-orang yang
memiliki banyak kekurangan, kesalahan, dan dosa yang telah dikelabukan sehingga
tidak tampak atau setidaknya tidak kentara lagi.
Ketika orang-orang yang memiliki banyak kekurangan,
kesalahan, dan dosa itu menjalankan jabatannya, tentulah rakyat berharap
banyak. Salah satu yang paling penting sekaligus paling populer adalah harapan
agar sang pejabat dapat memimpin pemberantasan korupsi. Setidaknya dalam
lingkup wilayah kekuasaan sang pejabat. Namun, di tengah keberadaan para
pejabat pemerintah yang berhasil menduduki jabatan mereka karena pencitraan,
sebenarnya harapan itu tidak realistis.
Harapan rakyat terhadap para pemberantasan korupsi
jelas mengandaikan betapa para pejabat pemerintah itu adalah pribadi-pribadi
yang luar biasa baiknya, luar biasa kelebihan-kelebihannya, dan luar biasa
beraninya. Mengubah kebiasaan korupsi di Indonesia, sepertinya merupakan suatu
pekerjaan sangat (luar biasa) besar, sulit, dan mengerikan. Pekerjaan seperti
itu tidak bisa dilaksanakan oleh pemimpin atau pejabat pemerintah yang
biasa-biasa saja, apalagi oleh pemimpin yang sesungguhnya memiliki banyak
kekurangan, kesalahan, dan dosa yang selama ini—berkat pencitraan—dapat
dikelabukan di hadapan publik.
Di tengah kampanye bergelimang pencitraan, para calon
pejabat pemerintah menebar banyak janji. Perilaku demikian adalah salah satu
ciri pribadi yang sesungguhnya memiliki banyak kekurangan, kesalahan, dan dosa.
Perilaku itu sebenarnya adalah sebuah bentuk
pengelabuan juga mekanisme bertahan. Dalam genggaman para pejabat yang
sebenarnya memiliki banyak kekurangan, kesalahan, dan dosa, dapat ditebak bahwa
janji-janji itu bakal tidak dapat dipenuhi. Apalagi jika janji-janji itu
terkait dengan pelaksanaan pekerjaan luar biasa besar, sulit, dan mengerikan
seperti pemberantasan korupsi.
Dengan demikian, begitu besar dosa pencitraan di
hadapan rakyat Indonesia. Pencitraan menghadirkan ketidakjujuran dan
ketidakbenaran, yang kemudian selalu berbuahkan kerentanan psikososial, yang
oleh psikoanalis Karen Horney disebut disillusionment.
Suatu bentuk kekecewaan mendalam di hati sanubari karena ”citra-citra hebat”,
yang ternyata hanyalah ilusi-ilusi, itu secara sedikit demi sedikit tetapi
pasti rontok, hanya menyisakan wajah dan keadaan sebenarnya yang begitu banyak
kekurangan, kesalahan, dan dosanya.
Dosa besar
Kendati pencitraan begitu besar dosanya terhadap
rakyat Indonesia, agaknya ini masih akan menjadi andalan utama orang-orang
Indonesia yang ingin menjadi pejabat pemerintah dan pemimpin melalui pemilihan
langsung di negeri ini.
Setidaknya melalui tulisan ini, penulis menyampaikan
tiga peringatan. Pertama, pencitraan sesungguhnya adalah pengelabuan atas
kekurangan, kesalahan, dan dosa calon pejabat pemerintah dan calon pemimpin.
Kedua, pencitraan yang begitu kuat dan ekstrem justru terjadi secara tanpa
sadar untuk menutupi kekurangan, kesalahan, dan dosa yang sesungguhnya juga
sedemikian besar dan ekstrem. Dan, ketiga, pencitraan hampir selalu pada
kemudian hari membuahkan kekecewaan mendalam.
Dengan memperhatikan ketiga peringatan itu, mungkin
rakyat Indonesia akan dapat selangkah lebih maju dan lebih cerdas dalam memilih
pejabat pemerintah dan pemimpin kendati kekuatan ilusif pencitraan masih akan
terus menerpa mereka.
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/07/30/02325924/pencitraan.hanya.membuahkan.kekecewaan.yang.mendalam
(dengan perubahan seperlunya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar