Jumat, 16 Desember 2011

BUKIT BUUNG (sebuah mitos di desa Belayu)


Dahulu kala di sebidang petak tanah persawahan, tepatnya di wilayah Subak Pandan yang berlokasi di desa Belayu, pernah terjadi sebuah insiden penting yakni munculnya sebuah onggokan tanah yang lazim disebut bukit. Bukit itu bermunculan pada dua tempat. Onggokan pertama muncul di bagian utara tepatnya di sebelah barat sebuah sungai yang bernama Yeh Sungi, sedangkan onggokan lain muncul di bagian selatan sebelah timur sungai Yeh Sungi. Kedua onggokan tanah itu muncul membukit. Ketika itu baru sedikit berkisar kurang lebih 1 are.
            Dikisahkan pada pagi buta seorang pengembala itik menuju ke sawah Subak Pandan tempat ia biasa menggembala itik. Kebetulan ketika itu, si pengembala itik mendadak berkeinginan ke sawah pagi-pagi lebih pagi dari biasanya. Sesampainya di sawah, penggembala itik segera melepaskan itik-itiknya untuk menyebar masing-masing mencari makan. Begitu dia mau menaruh panangan (tempat makan bebek-bebek) dan menancapkan pangisih (alat penghalau bebek yang bentuknya mirip lembing), alangkah terkejutnya sang pengembala itik. Ia melihat seekor babi yang sangat besar sebesar sapi menyumbil-nyumbil tanah sawah sampai-sampai menjadi onggokan yang tinggi menyerupai bukit.
Si Pengembala berkata dalam hati, “Rupa-rupanya babi raksasa itu akan membuat bukit disini. Wah kalau dugaan saya ini benar, apa jadinya. Saya akan kehilangan tempat tempat tinggal, kehilangan lahan untuk mengembala itik-itik kesayangan saya. Jika itu kehilangan mata pencaharian. Sebab telur-telur bebek itulah yang saya jual untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhan hidup anak istri saya. Saya harus mengambil tindakan”.
Seketika itu pulalah dia berteriak, “Jangan-jangan, tolong-tolong, jangan rusak sawah ini!” Mendengar teriakan sang pengembala, babi raksasa pun bersuara lantang menanggapi ucapan si Pengembala. Ternyata babi itu bisa berbicara layaknya seorang manusia. “Tuan Pengembala, jangan panggil penduduk desa, jika tuan menolong saya, saya akan memberi tuan hadiah pangan emas dan pangisih emas. Tapi, jika tidak aku akan memangsamu!”.
Si Penggembala pun takut. Si Pengembala mengiakan permintaan babi raksasa, dengan tujuan babi raksasa tidak memangsanya. Sesungguhnya pengembala itik tidak percaya dengan perkataan si babi. “Masak seekor babi mempunyai emas” pikirnya. Babi raksasa juga percaya dengan jawaban si Pengembala bahwa dia tidak akan memanggil orang-orang dan asik melanjutkan pekerjaannya.
            Diam-diam sang pengembala pergi memanggil penduduk sehingga berduyun-duyun mereka datang ke tempat kejadian. Ada yang membawa pentongan, ada yang membawa cangkul, sabit, dan senjata yang lain untuk mengusir babi raksasa tersebut. Sementara di tempat lain, di sawah bagian selatan, tempat onggokan tanah satunya juga terdapat seekor babi raksasa yang juga sedang menyumbil-nyumbil tanah sawah untuk dijadikan bukit.
            Sorak sorai penduduk yang mengusir babi raksasa di utara tersebut di dengar juga oleh babi raksasa di sawah bagian selatan. Seketika itu, babi raksasa yang di utara dan di selatan sangat ketakutan seraya lari ke sungai Yeh Sungi bagian sungai yang dalam yang sering disebut “Tibu Lonokan”. Dengan demikian gagallah upaya si babi raksasa untuk membuat bukit, hanya berhasil membuat onggokan tanah kurang lebih 1 are baik di sawah bagian utara maupun bagian selatan. Diketahui kemudian, bukit-bukit yang dibuat oleh kedua babi itu sedianya akan disambung menjadi sebuah bukit panjang yang panjangnya melewati bahkan menyebrangi sungai Yeh Sungi itu, sedangkan rencana si babi mengubah sungai tersebut menjadi danau.
            Kegagalan upaya babi raksasa membuat bukit, sampai saat ini dua onggokan tanah di sebidang tanah tersebut masih ada sampai sekarang dan diberi nama “Bukit Buung” (bukit yang tidak jadi).

1 komentar:

  1. ini salah satu sastra lisan yg ada di desa saya. semoga dengan adanya pencatatan ini, cerita/mitos ini tetap lestari :)

    BalasHapus