Menggunaan bahasa Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian serius. Terutama di kalangan anak muda sebagai generasi penerus. Bahasa gaul terdengar lebih sering mendominasi percakapan.
Istilah-istilah asing lebih sering digunakan meski sudah ada padanan
katanya dalam bahasa Indonesia. Belum lagi penggunaan jejaring sosial
yang begitu fenomenal kemudian melahirkan ‘aliran’ bahasa yang baru,
“alay”.
Dalam sumpah pemuda yang dicetuskan 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia
disebut sebagai ‘bahasa persatuan’. Maka, sudah saatnya kita sebagai
pemuda Indonesia kembali menggunakannya dengan baik dan benar. Berbahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari tidak berarti selalu harus
menggunakan kosakata yang baku. Jika belum terbiasa menyebut “Saya” atau
“Anda”, kita bisa mulai membiasakan ber “aku-kamu” sebagai pengganti
“elo-gue”.
Dalam menulis, berbahasa Indonesia yang baik dan benar salah satunya
diterapkan dengan menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Menulis
status di Facebook atau 140 karakter di Twitter pun sebaiknya tetap
memerhatikan kaidah ini. Dengan demikian, media sosial bisa memberikan
kontribusi positif sebagai sarana penyebar berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. Dengan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, setidaknya
kita sudah menghargai perjuangan para pemuda jaman dahulu. Apalagi kita
sudah tidak hidup dalam masa penjajahan, tidak perlu takut dan malu
berbahasa Indonesia.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar juga salah satu cara
meninggikan derajat bangsa sendiri. Kalau bukan kita yang
menggunakannya, siapa lagi? Kalau bukan sekarang menerapkannya, kapan
lagi? Belum terlambat untuk membiasakan diri berbahasa Indonesia yang
baik dan benar. Tidak hanya selama bulan Oktober yang dikenal sebagai
bulan bahasa, tetapi juga setiap hari sepanjang tahun.